TENTANG
KEPONDOKMODERNAN
Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Selasa,
21 Desember 2004 M
Oleh KH. Hasan Abdullah Sahal
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Sejarah Pondok Pesantren, tidak
lepas dari sejarah dunia. Pondok Pesantren itu tidak ada kecuali di Indonesia.
Zaman nabi Adam tidak ada, nabi Nuh, Idris, Hud, Ibrohim tidak ada dan juga
pada zaman nabi Muhammad SAW tidak ada. Adanya hanya di Indonesia. Karena itu
kami selalu mengingatkan tentang fungsi Pondok Pesantren sebagai benteng,
benteng dari penjajah dan penjajahan. Kamu yang sudah belajar dan membaca
sejarah umum, sejarah dunia, sejarah Islam kemudian sejarah khilafah Islamiyah
sampai runtuhnya khilafah Islamiyah oleh Mustofa Kamal Pasa dengan ributnya
Timur Tengah antara Raja Sa’ud dan Syarif Husain. Lantas
berdirinya Pondok Modern yang dibuat sedemikian rupa. Kalau fungsi Pondok
Pesantren sekedar seperti yang sudah ada pada umumnya mendingan tidak usah
mendirikan Pondok. Jadi waktu 1925 setahun menjelang tahun 1926, pesantren yang
ada di Indonesia, pesantren salaf atau pesantren tradisional atau pesantren
model lama, temboknya masih sulit ditembus
oleh kemajuan dan kemodernan.
Ada di depan kita ”Be your best ” jadi Trimurti pendiri pondok ini
berpikir, dulu kalau hanya membuat Pondok seperti itu saja, mendingan tidak
usah. Karena hanya mau menambah jatah beras, hanya menambah penduduk, hanya
menambah kemunduran, kemandekan, berdirilah Pondok Modern. Nama Modern itu pemberian
orang luar, bukan kita. Ketika mendirikan pesantren kita tidak mengatakan ” Ini
lho kita mau mendirikan Pondok Modern”, tidak. Pondok ini didirikan terus berjalan
dulu, setelah melihat pondok ini orang-orang itu memberi nama modern. Ketika
berdiri belum diproklamirkan sebagai Pondok modern, tapi orang-orang sudah
bilang itu modern. Kalau nggak salah itu yang bilang orang Belanda ”That is
Modern” artinya Itu modern, akhirnya Pondok ini disebut Pondok Modern. Nama
pertamanya adalah Darussalam, disini Pondok Modern sudah lama disebut Pondok
Modern Darussalam, maka sekarang ini harus disebut PMDG (Pondok Modern
Darussalam Gontor).
Apa penggerak ini semua? Jelas Islam atau Keislaman dulu. Sebab yang
mendirikan Pondok Pesantren ini bukanlah Zanding, bukan missioneris tetapi
kyai-kyai, ulama’-ulama’ yang tidak mau dijajah oleh Imperalis. Bagaiamana
caranya supaya bangsa Indonesia ini tetap melawan Imperalis, bergerak
mengadakan perlawanan dengan cara-caranya masing-masing dan semboyan-semboyan
yang keras. Mereka menyatakan kalau
orang Imperalis itu najis, yang mengatakan najis bukanlah ulama’ saja tapi Al
Qur’an juga. Kita sekarang ini tidak berani mengatakan ” Innamal musyrikuna najas ”. Itu tidak
akan berubah selama-lamanya karena itu adalah Al Qur’an. Jadi dari dulu sampai
nanti kiamat musyrik itu selamanya tetap najis. Wa lan tardho ’ankal yahuudu
wa lan nashoro khatta tattabi’a millatahum dst, berarti yahudi dan nasrani
tidak akan tardho diatas bumi ini dalam waktu yang akan datang. Jika ada tokoh
masyarakat atau pimpinan Indonesia mengatakan ”itu kan Yahudi di Madinah, itu
kan Yahudi waktu itu dan sekarang kan yahudi sudah baik, Itu nasroni dulu dan
sekarang tidak begitu.” Kita harus tidak percaya dengan perkataan orang-orang
tersebut. Ini sudah cap dari Al Qur’an, kalau tidak, berarti Allah bohong kalau
nasrani itu tardho di atas bumi ini, Allah bohong kalau musrikin tidak najis
sebab ”Innahu Lahafidhun”. Jangankan kata-katanya, Al-Qur’an itu hurufnya saja tidak
boleh berubah, terjaga. Kalau berubah sampai akhir kiamat itu berarti Allah
bohong. Kalau kamu ikut-ikutan sok
bergaya, sok intelek, sok berlaga ke barat-baratan seakan-akan kamu berharga
padahal kamu tidak berharga. Kalau kita tidak bisa menghargai diri kita sendiri
jangan harap orang lain mau menghargai diri kita.
Jadi dalam suasana seperti ini kamu dihargai, tapi bukan berarti kamu menghargai diri kamu supaya dihargai
orang lain. Itu namanya riya’. Kita menghargai diri kita supaya kita menjadi
orang yang berharga, bagi Allah itu berharga. Kamu disuatu tempat tidak sholat
karena teman-teman kamu tidak sholat, dihargai tidak? ( tidak ) Supaya
dikatakan bahwa kamu itu baik, toleran ( tidak ). Hukum tetap hukum, kemudian bagaimana seseorang itu menjalani itu perkara
lain, walaupun itu ada pelanggaran tapi hukum tetap hukum. Maka dari itu para
ulama’ sangat keras dalam menentang penjajah. Sampai keluar kata-kata ” Man
Tasyabbaha bi qoumin fahuwa minhum”. Maka mereka menyatakan memakai celana
haram, memakai dasi haram, sekolah memakai bangku haram, bermain sepak bola
haram, pokoknya semua yang model-model Belanda haram. Jadi menanamkan anti
penjajahan sampai demikian rupa supaya benci dengan penjajah. Bukan kita
sentimen kepada orangnya, kita benci kepada penjajah bukan karena orangnya,
tapi karena penjajah dan penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan
dan peri keadilan, tidak sesuai dengan Keislaman (Dhalim). Allah itu
mengharamkan dirinya untuk berbuat aniaya ( dhalim ) tidak adil. Inni
haramtu dhulma ’ala nafsi. Jadi Allah itu adil terus, wa ja’altuhu muharraman
fii ma bainakum, ala fala tadho lamu. Jadi segala bentuk penjajah dan
penjajahan harus dilenyapkan.
Berdirinya Pondok Pesantren dilandasi Panca Jiwa. Panca Jiwa kalau diteliti
satu persatu adalah jiwa-jiwa yang paling dibenci, disengiti, dilawan oleh
Imperialis. Mereka menghendaki bagaimana caranya supaya umat Islam tidak
ikhlas, bagaimana caranya umat Islam tidak hidup sederhana, bagaimana umat
Islam tidak berdikari, bagaimana umat Islam tidak berukhuwah Islamiyah,
bagaimana umat Islam tidak bebas. Memang Pondok Pesantren menjengkelkan
para Imperalis. Bagaimana umat Islam tidak ikhlas, dikasih sanjungan sana-sini
supaya dia tidak ikhlas, diberi berbagai hiburan yang melalaikan supaya tidak beribadah kepada Allah, Diberi kemewahan
materi supaya tidak sederhana, tidak macam-macam, disuruh bergaya, tidak
berdikari, semuanya menggantungkan diri, ini mereka, naudzubillah akan berdiri
ma’had-ma’had dhiror, masjidan biroron, untuk memecah belah diantara manusia ( tafriqan
bainannas ), nah sekarang ini masjidan ussisa ’ala at-taqwa yang akan diserang
mereka, jadi umat Islam disuruh bertawaf ke New York, wukuf di Washinton, mabit
di London, dan lempar jumrah di Timur Tengah, umat Islam disuruh wukuf di
patung liberty, wukuf di Washinton. Dzikir dan wiridnya di Wasingthon.
Mabitnya bukan di Mina tapi di London, setelah pinter kemudian balik ke Timur
Tengah kemudian bukannya lempar jumrah tapi mereka untuk melempar bom. Ini saya
sampaikan supaya kalian menyampaikan kepada orang tua kalian dan orang-orang
disekitar kamu.
Pondok Pesantren itu berdiri yang pertama kali ada kyainya atau santrinya?
Kalau yang pertama kali adalah santri dulu, maka dia menganut ajaran demokrasi,
yaitu setelah santrinya ada mereka baru memilih kyai. Yang benar adalah Pondok
Pesantren itu bermula dari kyainya dulu yang akan mengajar, mendidik
masyarakat, ada yang modalnya masjid, dan apa adanya, makannya masak sendiri
dan mengaji. Terus kemudian santrinya semakin bertambah banyak dan akhirnya
santri-santri tersebut membuat gothaan-gothaan kecil sebagai kamar mereka, atau
pondok-pondok kecil serta yang lebih penting dia bisa menuntut ilmu. Itu sejarah
permulaannya pesantren, jadi kyai, santri dan baru membuat tempat-tempat untuk
belajar/mengaji. Baru diatur sedemikian rupa, maka santri itu ikut kyai. Kyai
itu melihat medan apa yang harus dikerjakan? Sedangkan masyarakat ini masih
bodoh, wudhupun gak bisa apalagi mandi. Ada aliran dalam ilmu kejawen ada
seorang yang tidak mandi kecuali satu tahun sekali, yakni tanggal 1 sorro. Jadi
mula-mula ada kyai kemudian datang santri, maka tidak ada kyai yang mengatur
Pondok kecuali dia harus mengerti dan menguasai Pondok.
Ada yang usul agar di Gontor itu diajari bahasa daerah, sebab anak-anak
Gontor kalau sudah pulang itu bahasa daerahnya rusak, anak Jogja, Solo kalau
pulang logatnya sudah berubah menjadi logat ke Ponorogoan. Padahal dibandingkan
dengan kota Surabaya, Malang bahasa Ponorogo masih lumayan, tapi kalau sudah ke
Solo bahasa Ponorogo dianggap kasar? Di Gontor tidak ada pelajaran bahasa
daerah, walaupun kamu setuju tapi kita tidak setuju. Sejelek-jelek kamu, sejelek-jelek
saya, segoblok-goblok saya dalam bahasa arab dan inggris Insya Allah masih bisa
diterima di dunia ini. Kalau kita belajar bahasa daerah di Pondok ini berarti
kita mundur 50 tahun, maka ini bukan progesif tapi malah regresif. Saya
menerangkan ini ke antum semua agar kita sadar betul, bahwasannya kita sekarang
ini berjuang. Antum disini sudah diserahkan oleh orang tua antum kepada kami,
dengan motivasi bermacam-macam, ada yang penting disini adalah bahasa arabnya,
ada yang penting adalah organisasinya, ada juga yang penting adalah tempatnya
jauh dari minuman terlarang dll. Tapi supaya kalian tahu bahwasannya kalian itu
adalah pejuang-pejuang. Jadi kamu adalah peluru-peluru yang dikirim oleh bapak
kamu untuk menjadi bibit, benih perjuangan dan akan menjadi bom syahid,
spiritual. Hatinya, imannya, mulutnya, tindakannya meledak-meledak kalau ada kedholiman.
Ini tidak tahu kenapa akhir-akhir ini apalagi dengan fenomena dunia yang
ada di depan kita, dunia Internasional semakin kritis terhadap polah tingkah
Imperalis. Untung disini ada duabelas ribu santri dan santriwati untuk
menghadang Imperalis. Supaya kita tidak menjadi seperti orang-orang indian dan
aborigin yang dimusnahkan oleh para imperialis. Amerika itu adalah orang-orang
buangan, orang-orang pelarian dari Eropa, Afrika, Rusia, Asia, Timur Tengah
sebelumnya disana hanya ada negro dan India, kemudian diadakan pembantaian,
pemusnahan habis-habisan. Karena mereka berasal dari bermacam-macam bangsa,
macam-macam benua maka diadakan yang namanya demokrasi dan hak asasi, mau berbuat
maksiat silahkan, asal jangan sampai mengganggu orang lain, demikian juga
beramalah sholeh silahkan, tapi jangan ada pemaksaan, semuanya dibawah hukum.
Akhirnya mereka bersatu mengusir negro dan Indian sama dengan yang terjadi di
Australia. Seperti itu pula yang ingin mereka paksakan kepada kita, padahal
kita sudah punya syariah, jalan hidup, keimanan. Maka panca jiwa harus
ditanamkan dalam diri kita, kalau bisa orang tua kalian juga.
Syarat-syarat memondokkan anak :
1.
Tega
2.
Ikhlas
3.
Tawakal
4.
Percaya
Dulu orang tua santri menyerahkan anaknya ke Pondok disertai dengan kain
kafan, artinya saya serahkan sampai titik penghabisan, terserah pak kyai. Dulu
santri tidur diatas bantal yang dibuat dari kayu kelapa, biar tidak bisa tidur
nyenyak dan supaya dia tahajudnya panjang, tirakatnya banyak, mengajinya juga
banyak serta tidurnya sedikit. Di pondok ini semuanya boleh kecuali yang
dilarang sesuai dengan aturan ( bukan semuanya dilarang kecuali yang dibolehkan
). Sekarang tinggal kamu memilih, khutbatul ’arsy ini dengan keadaan yang ada
kamu tetap disini atau pulang? Kamu sudah melihat disini ada kepramukaan,
musik, olah raga, bahasa dengan disiplinnya dsb. Supaya kamu
semua ini di Pondok ini, orang tua kamu telah percaya penuh kepada Pondok. Very Good Very Fine, Tidak
mau ikut cari yang lain.
Di Pondok ini
kita disuruh melakukan pekerjaan siang di siang hari dan pekerjaan malam di
malam hari, seperti kamu belajar jam satu, dua sampai jam lima , enam pagi. Kehidupan di Pondok ini
sudah diatur sebagaimana mestinya. Ini merupakan pendidikan isti’malul wakti,
yaitu kegiatan untuk mengisi waktu jangan sampai waktu 24 jam di Pondok ini ada
yang kosong. Pondok ini tidak ada main catur, meskipun merupakan olah raga
internasional, itu adalah olah raganya orang-orang yang tidak punya pekerjaan,
orang yang tidak punya unggulan dalam dirinya, tidak mempunyai prestasi yang
diunggulkan, tidak mempunyai andalan dalam dirinya. Jadi di Pondok ini tidak
boleh ada main catur, karambol ,main kartu, dam-daman. Ini semua adalah caranya
menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, dan kamu akan merasakan pergantian
waktu yang sangat cepatnya. Karena di Pondok ini setiap waktu ada kegiatan, dan
kegiatan itu termasuk adalah cara kita untuk mengisi waktu. Kata
orang Arab “ Pergunakanlah waktu dengan baik kalau tidak akan ditempati oleh
sesuatu yang tidak baik ”. Isilah waktumu dengan perbuatan yang baik atau
bermanfaat sebab kalau tidak akan dipakai untuk amal yang tidak baik.
Bapak-bapak guru ini tidak mendapat santunan dari organisasi, Pondok ini
tidak mengarahkan anaknya untuk belajar politik tapi tahu-tahu menjadi
politikus, mereka berjalan sendiri-sendiri. Yang ada di Muhammadiyah kita bantu
dari belakang dan yang di NU kita kawal terus, tapi kalau kamu sudah pulang nanti
tidak ada pemaksaan untuk masuk suatu partai atau organisasi tertentu. Seperti
juga acara khutbatul arsy ini, kalau diluar bisa menghabiskan sampai 1 miliar
tapi di Pondok ini tidak sampai 100 juta.
Kamu mungkin melihat, Pondok ini katanya maju, tinggi, bagus, besar.
Berarti nanti kalau saya ke Gontor pasti jadi orang hebat, percaya atau tidak?
Ini tidak boleh percaya, jangan terlalu percaya karena kami ini bukan dukun,
bukan tukang sihir tapi harus pakai usaha. Jangan terlalu mudah percaya dan
jangan mendua. Pikirannya, badannya harus di dalam jangan sampai badannya di
dalam pikirannya diluar, itu nanti disini susah diatur. Kemudian jangan goncang
pikirannya. Santri tidak boleh naik motor dan tidak boleh mempunyai handphone
karena kita anggap masih belum sederhana.
Disiplin, saya tidak setuju kalau orang lahir di dunia ini bebas. Manusia
lahir di dunia ini tidak dalam keadaan bebas, manusia lahir ke dunia dalam
keadaan terikat. ”Wa ma kholaktul jinna wal insa illa liya’budun.”. berarti
sudah terikat oleh fithroh dengan perjanjian-perjanjian. Karena hidup harus
liya’budun, untuk liya’budun harus ada disiplin. Orang tidak akan bisa kalau
tidak punya disiplin. Di pondok banyak aturan-aturan dan disiplin yang mengikat
kita sampai di tengah hutanpun kita masih terkena disiplin. Kita di Pondok
harus menjaga kebersihan, keamanan, ketertiban, ini semua namanya disiplin.
Manusia tidak akan bisa terlepas dari disiplin, tidak akan bebas. ”Khurriyatul
mar’i mahdudatun bi khurriyatighoirihi .” kebebasan itu tidak ada dan
tidak akan pernah ada. Hak asasi manusia menurut Islam adalah fithroh,
bukan sebebas-bebasnya. Kita di Pondok mempunyai yang namanya dhoruriyatul
khomsah :
1.
khifdhu din
2.
khifdhu nafs
3.
khifdhu ’aqal
4.
khofdhu ardh/ nasb
5.
khifdu mal
Inilah yang sekarang membuat jengkelnya orang Amerika atau non Muslim.
Inilah syariat. Jadi kita dilarang untuk menjaga agama, diri/nyawa, akal,
keluarga, mal/harta. Sekarang ini kalau orang ingin menjadi yang terbaik harus
melanggar syari’ah. Sekarang kembali kepada kita, kemauan kita, kalau tidak,
tidak akan jalan persis yang kami sampaikan tadi. Kami ini bukan apa-apa
kecuali dengan kerja sama-sama. Saya ingatkan dari kata-kata Abu Bakar As-Shidiq,
dia ini kadang-kadang dipuji dan dibenci oleh orang. waktu dia dipuji dia
berkata ” Allahumma ya Robbi ana a’lamu binafsi i minhum, wa anta a’lamu
binafsi minni.” Ya Allah apa yang dipujikan kepada saya, sebetulnya saya lebih
tahu dari pada mereka, maka janganlah Engkau cela saya ya Allah, sejelek ini
kok dipuji orang dan Engkau lebih tahu diri saya dan kekurangan saya, maka
ampunilah saya. Jadi kalau kamu dipuji orang maka katakanlah Ya Allah
sebetulnya saya banyak aibnya, Engkau lebih tahu diri saya dari pada mereka,
maka ampunilah. Maka kamu jangan takabbur dengan apa yang kamu capai, prestasi
kamu. Kita ini belum apa-apa, Pondok ini belum apa-apa.
Wassalamu’alaikum
wr. Wb.
0 komentar:
Posting Komentar