PEKAN PEERKENALAN DI PONDOK MODERN GONTOR
Oleh : KH. ABDULLAH SUKRI ZARKASYI MA.
Oleh : KH. ABDULLAH SUKRI ZARKASYI MA.
Dimana letak sasaran pendidikan pondok kita ?. Banyak orang
melihat kurikulum pendidikan Gontor, banyak orang yang melihat pelajaran di
Gontor, yang lain melihat pengajaran bahasanya. Padahal sasaran pondok kilta
bukan hanya pelajaran saja, sasaran utama
adalah mental attitude. Pendidikan mental, itulah yang lebih kita
utamakan. Pelajaran hanya sebagai sarana untuk pendidikan mental. Dengan modal
mental anak Gontor dapat mengejar ketinggalan mereka dalam bidang keilmuan,
mental juga membuat anak kita leading dalam berbagai hal lainnya seperti ;
leadership, organisasi, dan berbagai kegiatan kemasyarakatan. Itu seluruhnya
dilaksanakan oleh anak Gontor.
Jadi dengan modal pendidikan mental yang
baik, potensi anak Gontor untuk keilmuan
bisa, organisasi bisa, untuk ini, untuk itu bisa, leader dalam bermacam hal.
Santri di Pondok
Modern dididik untuk:
1.
Menata waktu
2.
Menata pikiran
3.
Menata perasaan
4.
Menata tenaga.
Dipaksa untuk
mengatur waktu, pikiran, perasan tenaga untuk organisasi, untuk rayon, untuk
dirinya, untuk keilmuan, untuk kelas, untuk olahraga dan sebagainya. Sekian
banyak permasalahan harus dilaksanakan oleh seorang santri Gontor. Apalagi
sudah kelas lima
dan enam, harus dipaksa, kalau tidak bisa maka harus dipaksa untuk bisa
memimpin, juga harus menjadi uswatun hasanah.
Maka pendidikan
adalah pembiasaan, pembiasaan mungkin membutuhkan sedikit paksaan, sembahnyang
dan tahajudpun terkadang harus dipaksa, bangun jam tiga seperempat, bangun
untuk sholat sebelas rakaat,
berdo’a.
Leadership dengan
memaksa diri kita itu sangat diperlukan, pendidikan adalah pengarahan dan
pengajaran, pembiasaan, penugasan. Allah memberi tugas macam-macam kepada kita
seperti ; sholat, zakat, puasa, hajji, beramar ma’ruf nahi mungkar dan
lain-lain. Semuanya itu untuk mashlahat kita sendiri, bukan untuk
Allah, karena Allah sudah maha segalanya, tanpa kita puasa, Allah sudah maha
segalanya.
Hiburan yang paling
baik adalah hasil pekerjaan kita sendiri. Saya memimpin olahraga, club sepak
bola saya menang, bola volley menang, bisa
memasukan goal dan menjadi bintang lapangan, sungguh suatu hiburan yang
menyenangkan. Saya memimpin pondok ini senang, hasil kepemimpinan saya mendapat
kepercayaan dari masyarakat dari pemerintah, sekarang KMI disamakan dengan SMA,
KMI izajahnya disamakan dengan aliyah, senang. bisa mendapat hutan 50.000 ha di
kal-tim, dsb. Bahkan insya Allah Gontor akan terus kita kembangkan sampai 7
ke-8, dan seterusnya.
Waktu menjadi
santri kelas enam KMI, saya sering ke Cirebon dan tempat-tempat lainnya, saya
menjadi ketua konsulat Ponorogo, ketua orkes
melayu, ketua olahraga, maka saya bisa musik, bisa olahraga, dan
macam-macam untuk menggembleng diri saya, sehingga saya mempunyai life skill, mempunyai
keterampilan hidup, gesekan-gesekan dilapangan, benturan kaki, benturan
perasaan dan benturan macam-macam,
itulah yang mendidik saya memimpin pondok ini, karena itu saya tahan benturan.
Tanpa ada gerak tidak ada gesekan, diam, tidak pernah kemana-mana.
Maka semuanya agar
istiqomah untuk kepentingan pondok lillah ta’ala. Pergi sepak bola karena Allah, pergi kemana-mana karena
Allah, keliling pondok sampai ke ISID pun semuanya Lillah.
Sekali lagi, pendidikan kita yang terpenting adalah
pendidikan mental. Dengan mental yang baik, seorang anak membaca satu lembar
akan lebih efektif daripada yang
mentalnya lemah. Dengan mental yang kuat wawasan akan luas, apabila ditanya
memberikan jawaban yang lebih banyak daripada yang Ia baca. Itu adalah
pendidikan dan dia menghayati apa yang dia baca tadi, sedang anak yang hanya
berfikir akademistis saja, berdasarkan logika intelektuil saja, kemampuan
membacanya terbatas, wawasannya tidak masuk ke hati, karena sesuatu yang masuk
ke otak belum tentu masuk ke hati.
Sebagai contoh anak-anak Gontor yang di Madinah ,
pada awalnya mereka jauh lebih rendah keilmuannya daripada anak-anak yang
disana, tetapi selanjutnya dapat menyusul mereka dan mengikuti mereka bahkan
ada yang mumtaz. Apa sebabnya ? karena pendidikan mental yang kuat, mental
kamulah yang membuat kamu berhasil,
tanpa itu kamu tidak akan berhasil.
Kalau tidak punya mental pemimpin tidak akan bisa memimpin,
kalau tidak ada mental pejuang, tidak akan bisa berjuang, dan pondok ini adalah
ladang perjuangan. Hanya orang-orang pentinglah yang tahu arti kepentingan.
Yang menganggap Bidayatul mujtahid tidak penting, khutbatul ‘arsy tidak
penting, malah pergi ke orang kampung sehingga tidak ikut khutbatul ‘arsy
berarti dia tidak mempunyai itikad baik terhadap pondok. Maka yang jujur kepada
pondok, jujur kepada guru, jujur kepada kiai, sayapun berbuat sejujur-jujurnya
kepada kalian, terbuka seluruhnya dipondok ini, saya melaporkan keuangan yang
ada di pondok ini, tidak ada satu kiaipun dipondok lain yang seperti ini, pondok
alumnipun tidak akan ada yang melaporkan keuangan pembangunan. Ini supaya
kalian tahu bahwa inilah cara mendidik
dan inilah cara memimpin pesantren.
Nanti kalian kalau
sudah dewasa untuk belajar membuat net-work (menjalin jaringan kerja), Gontor
ini dulu dari tahun delapan puluh sampai sembilan puluh dicurigai, dikatakan
anti pemerintah, simpatisan DI/TII, al-hamdulillah isu-isu itu bisa kita tepis
dengan membangun jaringan kerja yang baik, sehingga kesalahfahaman dan
kecurigaan hilang, dan Gontor tetap eksis sampai sekarang.
Anak-anak sekalian
jaringan kerja ini perlu dibuat dan perlu dilatih, kalian punya teman, di Palembang,
lampung, irian, punya Ustadz, Kyai itu adalah jaringan kerja. Maka saya
memakai jaringan kerja itu anak Gontor
ke Akabri dan lain sebagainya. Jadi bermsyarakat juga membuat jaringan kerja
untuk kepemimpinan, membuat jaringan kerja membuat prestasi.
Selain daripada itu
yang juga penting di Gontor ini adalah
kebersamaan, kalau dianggap Gontor ini kurang professional memang ada benarnya,
Secara keilmuan, diluar banyak ulama-ulama yang lebih hebat, mereka menguasai
banyak kitab-kitab, bagi kita yang terpenting
itu bukan keilmuannya, tetapi kemauan dan kemampuan untuk berbuat dan bekerja.
Dengan keilmuan yang sekarang ini nyatanya kita bisa mendirikan Gontor, sampai
ketujuh, kedepan, kesembilan. Bisa membuat santri-santri Gontor sedemikian
militan, itu lebih baik. Yang penting adalah manfaatnya ilmu, sesungguhnya
sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sesungguhnya Tuhan
tidak menanyakan seberapa ilmumu ataupun gelarmu, tetapi apa yang kamu amalkan
dari ilmumu.
Sekarang begini, kalaulah ada kata-kata ‘Ati lijasadika haqqan,
wa ‘ati li’ailatika haqqan, waati lima’hadika haqqan. Artinya berikanlah untuk
badanmu haqqnya dengan berolah raga dengan menjaga badan, berilah hak-hak
istrimu dan anaknu untuk dipikirkan, untuk di upokoro dan dididik serta
dibimbing, diberi nafaqoh, maka sekian banyak hak dalam diri kita. Diri saya
ini banyak hak, saya harus mikirin santri, mikirin diri saya, mikirin keluarga,
saya harus begini, mikirin masyarakat, umat, pemerintah, harus memikir usaha,
memikir pendidikan. Semuanya kita pikirkan. Jadi otak kita ini, kalau kita isi
terus bak computer biologis, yang tambah lama tambah penuh dan berguna, tapi
justru yang tidak pernah diisi kalau dipukul nyaring isinya. Jadi kepala yang
banyak dipakai itu bertambah besar, ilmu kalau dimanfaatkan justru tambak
banyak, meresap dalam hati, pikiran dan sebagainya. Kita belajar ini dan itu
makin bertambah penuh dan luas wawasan otak kita ini.
0 komentar:
Posting Komentar