Rabu, 20 November 2013

KULIAH UMUM BABAK KETIGA 2004

TENTANG KEPONDOKMODERNAN
Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Selasa, 20 Desember 2004 M
Oleh KH. Drs. Imam Badri

Bismilahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Wa in ta’uddu ni’mata Allahi la tuhsuuha
Subhanaka la ‘ilma lana illa ma ‘allamtana
Robbi syrah lii sadri wa yassir lii amrii wahlul ‘uqdatammilisaani yafqohu qoulii

Anak-anakku, santri Pondok Modern Darussalam Gontor, baik tingkat mahasiswa maupun tingkat KMI. Situasi dalam pertemuan ini dan selanjutnya hendaknya seperti situasi tadi malam, setelah diperingatkan dan seterusnya begitu akan lebih tenang lagi. Kamu semuanya datang disini untuk mendengarkan, bukan hanya untuk mendengar. Mendengar itu bukan hanya sekedar mendengar, tapi mendengarkan itu artinya melibatkan dirimu untuk mendengarkan, untuk mengikuti. Dalam bahasa arabnya ”yastami’u” bukan hanya yasma’u. Ketika kamu yastami’, yasma’ suara burung, tapi kamu sekarang ini mendengarkan. Tadi malam saya sangat setuju apa yang dikatakan Pak Hasan, satu anak yang bincang-bincang lima puluh keluar, satu anak yang ngantuk dua puluh lima keluar. berarti kamu tidak memperhatikan. Kalau kamu sudah menyepelekan Pak Syukri, selaku pimpinan pondok, Pak Hasan, saya, dan guru-guru, kamu datang kesini untuk apa? Untuk mengacau, disini bukan tempatnya, diusir saja. Tidak mau, panggil polisi paksa. Itu artinya tadi malam, dan itu Khutbatul-’Arsy.

            Dalam etiket sudah sering dikatakan tenang, tenang. Etiketnya orang mendengarkan ceramah, kursus pelajaran supaya tenang semuanya termasuk guru-guru dan mahasiswa. Anak-anakku, acara malam tadi sudah disampaikan dengan peragaan yang sangat menarik, meskipin diluar kurang dapat mengikuti dengan baik. Nanti teknologinya akan diperbaiki. Saya sangat puas ketika di Sarangan, memang yang datang tidak sebanyak ini, tapi yang tadi malam itu adalah suatu permulaan yang sangat  baik. Anak-anakku yang sangat saya cintai, kalau tadi malam secara global, secara total yang disampaikan dan masih akan ada lagi. Maka sekarang saya akan menyampaikannya Al-Mutafarriqot. Yang menurut saya tidak akan lepas dari pekan perkenalan ini, yang Insya Allah buku teksnya itu akan dibagi besok pagi dan akan dipelajari. Anak-anakku satu diantaranya yaitu KMI, anda semuanya ini adalah siswa KMI dan mahasiswa ISID. KMI itu singkatan dari Kulliyatul-Mu’allimin Al-Islamiyyah. Arti letterleksnya yaitu, persemaian guru-guru Islam, pembibitan guru-guru Islam, pembenihan guru-guru Islam. KMI, Kulliyatul-Mu’allimin Al-Islamiyyah oleh karena ini semuanya bibit-bibit unggul lembaga pendidikan Islam yang mencetak kader-kadernya untuk mencetak guru-guru Islam dalam arti yang luas, bukan hanya guru di dalam kelas, di dalam sekolah, lebih luas daripada itu, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW. Innama bu’istu mu’alliman.  Menjadi guru dimana saja, di masyarakat, di keluarga, dan sebagainya. KMI enam tahun, tapi tidak mesti anak-anak itu belajar di KMI selama enam tahun. Dari SMP, Tsanawiyah cukup empat tahun kalau sekiranya memenuhi syarat, bisa juga langsung ke kelas tiga kalau diuji lulus. Bahkan bisa langsung ke kelas lima kalau diuji lulus, bahkan ada yang langsung ke kelas enam, cuma satu atau dua tahun. Tetapi tentunya menurut saya mulai dari kelas satu samapai kelas enam lebih matang. Ketimbang anak yang satu atau dua tahun meskipun anak itu tamatan pondok pesantren alumni.
Anak-anakku prinsip yang selalu kita jaga dalam KMI ini adalah prinsip keseimbangan, seimbang antara ilmu pengetahuan umum dan agama. Seimbang antara bahasa arab dan bahasa Inggris. Ketika pak Soeharto datang ke sini selaku presiden, dan diterima dirumah almarhum KH. A. Sahal. Ketika itu Pak Harto bertanya, disini pengetahuan umum dan pengetahuan agama  ada berapa persen, dijawab oleh Ust. Imam Zarkasyi, seratus persen pengetahuan umum dan seratus persen pengetahuan agama, setelah mendengarkan jawaban tadi Pak Soeharto bertanya lagi : ”Apa tidak begini ( miring )?, tidak ! karena itu  anak-anak disini selama 24 jam berada didalam pondok dengan sistem asrama, tidak mungkin seratus persen pengetahuan umum dan seratus persen pengetahuan agama kalau tidak tinggal di dalam asrama, it’s impossible, tidak mungkin. Dikatakan berat, memang berat tapi nyatanya berhasil.
Keseimbangan bukan hanya ilmu saja, tetapi mental akademik, maka dengarkan kata demi kata. Kelas enam yang khusnul Khatimah itu adalah yang handal mentalnya dan handal akademiknya, itu namanya Khusnul Khatimah, handal juga kesehatannya. Kalau ada anak yang mentalnya bagus, tapi akademiknya jatuh, nilainya do re mi fa so la, itu belum khusnul khotimah. Sebaliknya bila ada anak yang  ilmunya tinggi-tinggi, pandai-pandai, tetapi mentalnya rusak, mau menipu, apalagi mencuri. Itu namanya tidak Khusnul Khatimah. Maka dari itu harus khusnul khatimah ilman wa khuluqon. Hati-hati kelas enam, kamu kelas yang paling tinggi, pertahankan dirimu, mentalnya harus bagus.
Alhamdulillah anak-anakku KMI sekarang ini telah banyak mendapat pengakuan syahadahnya, tapi hati-hati dalam mengaitkan KMI dengan SMA. Pondok sekarang ini disamakan dengan SMA,  tidak betul itu, bukan pondoknya yang disamakan, hanya ijazahnya KMI itu disamakan dengan negri. Diakui sama dengan SMA, SK diknas, bukan hanya SMA dalam negri, ternyata Al-Azhar di Mesir juga mengakui.
            Jadi sebenarnya, anak-anak kelas enam dengarkan dengan baik. Masukan kedalam otak, kedalam hati, bukannya kedalam telinga. Kamu itu luar biasa sebenarnya bagi yang telah tamat kelas enam ijazahnya itu lima, ijazah KMI sekaligus ijazah SMA negri, ijazah Aliah Negri, sekaligus ijazah Luar Negri ke Mesir, Madinah dll.  Jadi, prinsip keseimbangan ini selalu kita pertahankan,  dan jangan lupa, seperti itu dengan perjuangan. Anak-anakku, ISID dulu itu namanya PTD yaitu Perguruan Tinggi Darussalam dan sekarang menjadi ISID mudah-mudahan dalam kurun waktu yang tidak lama menjadi UID, Universitas Islam Darussalam, allahumma amin. Perguruan tinggi kita ini akan menjadi UID, Universitas Islam Darussalam sekarang sedang dibentuk timnya tetapi tetap perguruan tinggi Pondok Pesantren, dalam arti harus bertempat tinggal di asrama, dalam arti aqidah syari’ah aklaqnya yang islami. Mahasiswanya dari mana, dari KMI, yang terbesar dari KMI, tapi kalau nilai matematikanya itu tiga, empat, lima nah ini repot jadinya. Maka Pak Syukri mengatakan yang begitu nanti mungkin ditatar satu tahun.
ISID sekarang ini mempunyai tiga fakultas,  fakultas tarbiyah jurusannya pendidikan islam dan pendidikan bahasa arab dekannya Ust. Akrim. Kamu harus tahu betul jurusannya apa, guru-guru pun jangan menyelepekannya, ditanya kadang-kadang tidak tahu. Yang kedua fakultas Usuluddin jurusannya perbandingan agama dan pemikiran islam. Fakultas Usuluddin ini dekannya Ust. Nur Hadi Ihsan. Fakultas Syari’ah jurusannya lembaga keuangan Islam dan perbandingan madzhab dan hukum dekannya Ust. Mulyono Jamal. Anak-anakku tadi malam sudah mulai disampaikan bahwa untuk diakui sebagai Universitas Islam maka harus ditambah lagi dua fakultas umum, rencananya fakultas ekonomi dan fakultas tehnik.
            Anak-anakku dan alhamdulillah ISID ini telah mengadakan jaringan-jaringan kerja, terutama dengan perguruan-perguruan tinggi dalam maupun luar negri. Umpamanya kita telah mempunyai jaringan dengan Al-Jaami’ah Al-A’lamiyah di Pakistan, juga di Malaysia, juga di Universitas Malaya. Pokoknya ISID ini sekarang sedang mengembangkan sayapnya baik di dalam negri maupun di luar negri, Allahu akbar. Tapi tetap perguruan tinggi Pondok Pesantren, akan diinstruksikan kepada pimpinan pondok akan dibangun lagi di ISID Siman. Disana ada tanah, sebelah timurnya masih luas sekitar 25 m, masih milik orang lain dan itu harus dibeli. akan dibangun sebelah selatan masjidnya itu, ada tanahnya  tapi jalannya masih dipakai petani-petani. Dan ISID sekarang sedang menetapkan dimana tempatnya itu.
Tadi saya katakan al-mutafarriqot. Anak-anakku sekaligus saya mohon dibantu doa. Masalah pertanahan itu memang sejak zaman dahulu, sampai sekarang ini masih menjadi persengketaan, disini pun selalu ada saja. Pondok ini mempunyai tanah di Mantingan seluas 184 hektar lebih. Sedikit ceritanya adalah seorang haji dari Solo yang bernama  H. Anwar Sodiq mempunyai tanah luasnya beratus-ratus hektar, pada tahun 1960. berarti 44 tahun yang lalu kamu belum ada, tanahnya itu yang sebanyak 184 hektar dihibahkan ke Gontor, dihibahkan itu diberi dan ketika itu belum ada undang-undnag wakafnya. Sekarang Bu Salimah namanya, anaknya yang pertama minta supaya tanah di Mantingan itu seluas 84 hektar dikembalikan. Ya Allah ini ada apa ?, begitu tidak ada henti-hentinya ada apa ?  Ini PR bagi badan wakaf, bagi kita, bagi yayasan. YPPWPM ketika itu dipegang oleh pak Shoiman dan pak Abdullah Mahmud, sekarang dipegang oleh Ust. Arifin Abdullah dan sekretarisnya Ust. Imam Muchtar.  Maka ini tetap akan dipertahankan, setuju apa tidak diminta yang 84 hektar itu, rela apa tidak, akan dipertahankan tapi dengan proses. Badan wakaf telah memutuskan  prosesnya mendekati ahli warisnya, supaya tuntutannya dicabut. Entah dengan imbalan apa, kita tidak tahu, maka dari itu akan kita proses. Dalam satu dua hari ini kalau seandainya tidak mencabut kita akan mengajukannya lagi lebih tinggi ke Jakarta. Insya Alllah masih banyak sekali orang-orang yang menolong pondok ini. Kalau betul-betul terjadi seperti itu, akan direbut supaya nanti anak-anak santri Gontor  menduduki sawah itu, empat ribu kita kirimkan kesana berhari-hari, ayo geger ya geger, belum ditambah anak-anak putri tiga ribu menduduki tanah itu. Jendralnya ust. Arifin, ust. Imam Muchtar, yang disana ust. Hidayatullah, ust. Sutaji belum Hidayat Nur Wahid, Din Syamsuddin, belum Maftuh Basuni, Hayim Muzadi, masih banyak lagi yang lainnya. Memang sejak dulu sampai sekarang ini selalu disengketakan dan akan terjadi kecil ataupun besar, jangan dikira masalah di Gontor ini tidak ada, kecil, besar ada saja.
            Kita mempunyai tanah pemerintah dipinjamkan ke Gontor yaitu di Lamoemea, ditambah di Lampung, banyak dan itu akan timbul masalah kecil atau besar. Ternyata ungkapan orang jawa ” Senyari bumi sedumuk bathu’ ” anda paham tidak, bathu’ itu kening. Kalau sampai kening istrimu di pegang orang lain, dielus-elus, apalagi orang Madura clurit yang akan berbicara, maka hati-hati kepada temanmu yang sudah mempunyai istri, mungkin dulu kawanmu, teman sekerjamu, tapi kalau anak perempuan itu sudah ada suaminya hati-hati. Hormatilah istri temanmu itu, itu namanya sedumuk bathu’. Yang kedua senyari bumi, kalau sampai tanahnya itu dikikis, direbut hanya senyari maka hati-hati memindah galengan. Hati-hati kalau ada orang yang memindah patok, tonggaknya, ituurusan besar, saya pikir-piir memang ada ikatan emosional kuat terhadap tanah. Doakanlah semuanya itu. Allahuma a’inna ’ala tahliili musykilaati ardi al-ma’had khosuson. Al-fatihah...................
Hari ini jangan sampai ada yang mengekspos disurat kabar, baik guru, mahasiswa, maupun santri KMI, kalau sampai ada akan diusir, tapi kalau tidak saya sampaikan sebagai keluarga besar itu tidak baik juga.
Sekarang anak-anakku  di dalam Pekan Perkenalan ini ada kata-kata sintesa, sintesa perpaduan empat unsur. Anak-anakku semuanya, pondok ini bukan gerakan lokal, bukan gerakan joresan, bukan gerakan Ponorogo, bukan gerakan propinsi, bukan kepunyaan daerah, tetapi gerakan global, global umat islam. Anak-anak ini sudah jarang diungkapkan. Setiap Pekan Perkenalan mesti disampaikan ust. Imam Zaekasyi dan ust. KH. Ahmad Sahal tentang sintesa empat unsur ini, sintesa yang dimaksudkan yaitu yang baik-baik kita pakai di Gontor ini, bukan tesa dan anti tesa kemudian menjadi sintesa yang mirip subrimil. Yang baik-baik dipakai, kan boleh saja yang baik-baik dipakai.
            Anak-anakku sintesa ini ditulis dalam buku peringatan  lima belas tahun, berarti buku ini ditulis sekitar tahun 1941,1942. sintesa empat unsur ini yaitu bahwa Pondok Modern Darussalam Gontor ini adalah merupakan sintesa empat unsur, ketika itu belum ada Madinah, belum ada IIU, belum ada Universitas Madinah. Sintesa empat unsur, saya sering mendengarkan ini, dan sering membaca buku peringatan lima belas tahun. Sekarang bentuknya masih ada dengan bahasa Indonesia kuno seperti itu. Sintesa empat unsur itu adalah Al-Azhar University di negri Mesir, jaami’tul Azhar fii Misro, Fil Qoohiro. Saya ini pernah belajar di Al-Azhar itu empat puluh lima menit, karena saya mengunjungi Al-Azhar dan dipersilahkan duduk  di Al-Azhar empat puluh lima menit, tingkat dua ketika itu , lumayan. Tapi saya ikuti perkembangan di Al-Azhar. Saya pernah belajar di Universitas Islam Madina selama 1 jam, tidak apa-apa. Pelajarannya ketika itu subulussalam, ini pernah saya baca, saya bisa mengikuti kalau begitu. Tingkat dua di sana. Alhamdulillah, anak kelas enam yang baik pasti bisa, tapi belum sekarang jangan tergesa-gesa pulang, pindah, keluar. Jangan itu nantilah. ”intadzir wandzur”.
            Kamu semuanya masih proses jadi. Proses jadi, kamu nanti jadi tapi masih dalam proses. Kadang-kadang juga eror, orang naik sepeda motor kadang-kadang masuk jurang dan menabrak pohon asem. Kamu muda-muda masih dalam proses, nanti akan menjadi pemimpin, jadi seperti pak Syukri, pak Hasan, saya. Atau lebih begitu lho, jadi seperti ust. Maftuh. Proses jadi, ikutilah proses ini semuanya. Anak-anak, dari Al-Azhar itu apa yang ditiru, apa yang diambil, baca peringatan lima belas tahun. Sedikitnya ada tiga yang diambil. Satu wakafnya yang sangat luas. Ada tanahnya, ada perahu-perahunya, ada hotel-hotel dan lain sebagainya. Ada deposito-deposito. Suatu ketika pemerintah Mesir pernah hutang kepada Al-Azhar, hutang ke Gontor ini belum pernah ada, dan tidak akan pernah. Kita juga tidak hutang. Sekitar tahun 1940 telah memberi biaya bea siswa, sebanyak tiga ribu mahasiswa ketika itu. Sekarang tentunya sudah lebih berkembang, tiga ribu mahasiswa terjamin pada waktu itu.  Apakah Gontor ini bisa seperti itu? Bisa apa tidak? Gontor sudah mulai memberi Allahu Akbar......... beasiswa walaupun agak kecil-kecilan ada lima belas, ada yang terlantar, keluarga pak Hadiyin itu mengirimkan uang sekian juta-sekian juta diberikan kepada orang yang agak miskin dan berprestasi. Ini pak Hasan tahu, saya juga tahu. Baru-baru ini Lutfi itu mengirimkan kepada saya lima juta untuk beasiswa, yang kecil-kecilan. Kata pak Syukri apa? perjalanan seratus meter harus dimulai ayunan langkah kaki yang pertama. Itu sebenarnya kata John F. Kennedy, tapi dikatakan disini kan boleh saja.  Yang pertama wakafnya yang luas, kedua kubu pertahanan Islam yang kokoh. Al-Azhar itu merupakan kubu pertahanan Islam yang kuat, sampai sekarang meskipun Amerika sudah mulai mencampuri Al-Azhar, konon ayat-ayat jihad itu jangan diajarkan di Al-Azhar. Tapi bagaimanapun di dunia ini Al-Azhar termasuk kubu pertahanan Islam yang kuat. Artinya begini diantaranya, meskipun Mesir itu dijajah Perancis, dijajah Inggris sunnah Al-Azhar tetap berjalan terus. Jubah-jubah tetap berjalan, jilbab-jilbab tetap berjalan, belum lagi akidah syari’ah dan akhlaqnya. Menurut saya diantaranya alumni Al-Azhar itu menjadi komandan-komandan kubu pertahanan islam, pak Hasan alumnus Al-Azhar, menjadi  komando pertahanan Islam, pak Syukri, juga alumnus Al-Azhar, menjadi  komandan pertahanan Islam, pak Sutaji juga begitu. Tapi jangan lupa tamatan ISID pun menjadi komandan, jendral-jendral kubu pertahanan islam. Allahu Akbar.......
Yang diambil lagi dari Al-Azhar adalah keabadiannya, usia Al-Azhar ini lebih 1050 tahun, pondok kita ini baru usia 78 tahun, dan untuk itu pondok kita ini diwakafkan tahun 1958, telah diwakafkan secara resmi hitam diatas putih. Sebenarnya ketika peringatan seperempat abad pendiri pondok ini mengatakan bahwa Gontor ini diwakafkan. Tetapi baru berupa lisan pada waktu itu.  Diresmikan tahun 1958, penandatanganan lengkap sudah, tapi banyak yang meninggal dunia tinggal beberapa orang. pak Shoiman wafat, pak Mahmud wafat, yang masih ada pak Syukri, lalu dibentuk organisasi namanya Badan Wakaf.
            Sintesa yang kedua, dari Aligarh University ini, begini ceritanya anak-anakku. Ditengah-tengah penjajahan Inggris, India dijajah oleh Inggris , diantara penduduk India yang beragama hindu dan budha yang sangat fanatik dan kuat, Islam bangkit. Universitas Islam di Aligarh didirikan, oleh karena itu dalam buku peringatan tersebut disebutkan “Revival of Islam”, kebangkitan islam. Kenapa bangkit, biasanya tidur, tidak bergerak. Persis Gontor juga seperti itu anak-anakku. Pondok ini  ketika itu, Indonesia di jajah Belanda, yang menekan umat Islam, disekitar ini faham Hindu sangat kuat sekali. Kebatinan masih sangat kuat sekali, orang dzikir pada waktu itu tidak Laa ila ha illa Allah, tidak begitu. Tapi, etan kono eneng opo, kulon kono eneng opo, lor kono eneng opo, dzikir seperti itu apa itu, sekarang masih ada itu. Itu kira-kira kitab Gatholoco dan yang sebangsa itu. Baca kitabnya tentang kebatinan Dr. Rasyidi, tapi Rasyidi  bukan membela ini tapi memberantas. Jadi Revival Islamnya bangkit tahun 1926 di Gontor. Ada orang yang bertanya pada saya, pak zaman itu kan zaman Belanda tahun 1926 kenapa ngerti tentang Aligarh, Santini Ketan. Berarti ketika itu informasi pendidikan internasional sudah masuk ke Indonesia lewat orang-orang dari luar negri, surat kabar, majalah dan sebagainya. Anak-anakku pak Syukri dengan saya pernah datang kesana, tapi tidak lama-lama karena terbatas waktu. Banyak yang saya lihat diantaranya, di Aligarh ini ada sebuah organisasi mahasiswa dan siswa. Saya lewat di kampusnya ada petunjuk tanda panah loundry, part of security, department of education. Dengan demikian saya lebih mantap bahwa gerakan kita ini bukan gerakan melarak, tidak, tetapi gerakan global. Gerakan global internasional. Allahu Akbar........ Alahmdulillah saya ini bisa mengunjungi tempat seperti itu, saya bertemu dengan beberapa anak Indonesia, pemuda Indonesia yang belajar di Aligarh ini.
            Apa yang bisa kita ambil dari sintesa Santi niketan, itu juga di India. Pendirinya namanya Rabin Dranataghore, ayahnya namanya Rebin Dranataghore. Dan anaknya pendirinya. Kampus ini sebenarnya bukan kampus perguruan tinggi Islam, tetapi ada yang baik untuk kita ambil. Alhikmatu Dhoolatu Al-mu’min haisu wajadaha iltaqoha. Hikmah itu kepunyaan orang islam yang hilang, dimana dia menemui harus diambil, disana kan ada damai, itu punya orang islam harus kita ambil. Kampus ini kampus perguruan umum, ditengah –tengah hutan melalui semak belukar, hutan yang lebat, sungai-sungai besar, rawa-rawa, binatang buas. Saya akan kesana sebenarnya supaya bicara saya ini lebih mantap, tapi jaraknya sangat jauh, itu 1000 km dari New Delhi, tapi dilarang oleh orang sana, jauh pak Santi niketan itu. Yang penting Santi niketan itu apa artinya, itu dua kata, Santi yang kedua Niketan. Itu bahasa India, jangan salah mengucapkan, dipotong-potong. Santi, artinya kampung dan Ni ketan itu damai, disini namanya Darussalam. Yang tidak mau damai jangan disini. Anak-anakku ini penting sekali saya sampaikan pondok ini Darussalam, yang suka bertengkar, disini bukan tempatnya,  bila ada gejala-gejala bertengkar ataupun berkelahi supaya segera ingat, ya akhi hadza Darussalam, kalau ada yang seperti itu harus diingatkan, kadang-kadang lupa. Ini Santi niketan, jangan  salah berhenti dalam mengucapkan, nanti berabe.
            Anak-anakku Syanggit itu di Afrika, Khutbatul-’Arsy itu mesti bersangkut dengan Syanggit. Persisnya dimana, semua orang yang ke Afrika itu belum tahu, tapi yang jelas di Afrika Utara. Kampus ini, kampus pendidikan Islam di Afrika Utara, what is sublimed  from this campus ? Apa yang disublimir, disaring dari kampus ini. Pak Syukri, pak Hasan, saya ingin menjadi orang kaya, kalau kaya raya, harta benda untuk beramal sebanyak-banyaknya. Sekarang sudah kaya tapi belum raya, ukuran kaya itu apa?, kadang orang masih bingung, orang kaya itu macam apa, katanya mobilnya lima juga belum kaya, baru sawah sekotak belum kaya. Ukurannya apa, tidak usah jauh-jauh mencari, dalam Islam itu sudah ada ukuran orang kaya, apa itu ? orang yang oleh Islam diwajibkan memberi. Orang yang diwajibkan memberi oleh Islam itu orang kaya. Artinya memberi zakat. Tentang Syanggit, pengasuh-pengasuhnya itu sangat dermawan, mereka mempunyai ribuan domba-domba, ribuan sapi-sapi. Santri-santrinya, murid-muridnya supaya memerah susu-susu kambing itu, memerah susu-susu domba dan sapi itu, dan supaya dimasak, dan supaya diminum secara gratis. Yang penting anak-anakku secara gratis. Sehat langsung diperas, rebus, minum. Terutama pada waktu pagi, diberi roti cukup sehat. Kapan saya ini mempunyai ribuan domba, pak Hasan, pak Syukri mempunyai ribuan sapi perah. Diberikan kepada santri-santri susu-susunya, sehingga anak-anakku sehat, tegar, tegar. Kecil-kecilan saja dulu, kelas enam dipanggil buka bersama, kelas lima buka bersama tapi pakai uang sendiri, bukan uangnya pak Hasan, uangmu.
Yang penting lagi anak-anakku berikutnya Syanggit ini, santri-santri yang sudah tamat diantarkan oleh penduduk pondok itu ke pintu gerbang ke luar kota. Ramai-ramai ke pintu gerbang, kira-kira ada enam kilo, sebagai tanda menghormati alumni itu. Itu sebagai tanda hormat kepada yang berhasil. Anak-anak kelas enam ini sebenarnya berharga, tapi jangan minta dihargai. Berhasil, ketika kamu kelas satu itu berapa jumlahnya, sekarang tinggal sekian, berarti kamu berhasil.  Maka kalau model Syanggit kelas satu sampai lima beramai-ramai mengantarkan kelas enam pulang, berjuang kedalam masyarakat ramai-ramai mestinya begitu. Itu berarti maknawinya anak yang tamat dihargai sekali, pondok pun sangat menghargai sebenarnya. Pak Zarkasyi ketika itu belum mempunyai putra, sudah menamatkan kelas tertinggi, seperti pak Idham Khalid umpamanya, apa kata pak Zar ketika melepas itu, anak-anakku izinkanlah anak-anakku ini menjadi anakku. Idham dan lain-lain menjadi anakku, izinkanlah kamu saya panggil anakku.  Begitu kuat ikatan emosional antara kiyai dengan santri,  antara  guru dengan murid. Tidak ada di lembaga-lembaga pendidikan terutama di lembaga pendidikan-pendidikan umum. Di IAIN saya terkejut, saya juga dulu mengajar di IAIN, mengajar di UMNER, setelah menjadi direktur KMI saya lepas semuanya itu. Sampai sekarang saya lepas semuanya itu, tidak mengajar dimana-mana kecuali di pondok ini. Pengalaman saya mengajar di IAIN sekian lama, waktu hari raya tidak ada mahasiswa seorang pun silaturrahim dengan saya. Itu sebenarnya kewajiban mereka, tetapi kenyataannya seperti itu. Ini berarti hubungan keluarga silaturrahim antara murid dan dosen sangat renggang sekali. Lain dengan anak-anak kita ini, sudah berhasil datang, sudah kawin datang, kadang-kadang dengan anaknya, kadang-kadang membawa oleh-oleh. Kadang-kadang tidak, tidak apa-apa seperti itu tidak ngarep-ngarep.
            Anak-anakku inilah yang saya katakan, sebenarnya masih banyak. Nanti Insya Allah KH. Hasan Abdullah akan menyampaikan hal-hal yang lebih penting, nanti malam bertemu lagi Insya Allah. Yang penting semoga kita semuanya ini diberi kekuatan lahir dan batin hidayah daripada Allah SWT. Doakanlah anak-anakku kepada pimpinan, sewaktu-waktu khususnya setiap shalat. Jangan lupa kami di doakan dan juga anak-anakku kami doakan semoga menjadi santri-santri yang baik, perbaikilah santri-santri kami,  jadikanlah mahasiswa kami yang baik-baik, perbaikilah mahasiswa kami. Jadikanlah dosen kami yang baik-baik, perbaikilah dosen-dosen kami. Jadikanlah pembantu-pembantu kami yang baik-baik, perbaikilah pembantu-pembantu kami.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.














0 komentar:

Posting Komentar

Kontributor

Diberdayakan oleh Blogger.