TENTANG
KEPONDOKMODERNAN
Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Selasa, 20 Desember 2004 M
Oleh KH. Drs. Imam Badri
Bismilahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Wa in ta’uddu ni’mata Allahi la tuhsuuha
Subhanaka la ‘ilma lana illa ma ‘allamtana
Robbi syrah lii sadri wa yassir lii amrii wahlul ‘uqdatammilisaani yafqohu
qoulii
Anak-anakku, santri Pondok Modern Darussalam Gontor, baik tingkat mahasiswa
maupun tingkat KMI. Situasi dalam pertemuan ini dan selanjutnya hendaknya
seperti situasi tadi malam, setelah diperingatkan dan seterusnya begitu akan
lebih tenang lagi. Kamu semuanya datang disini untuk mendengarkan,
bukan hanya untuk mendengar. Mendengar itu bukan hanya sekedar mendengar, tapi
mendengarkan itu artinya melibatkan dirimu untuk mendengarkan, untuk mengikuti.
Dalam bahasa arabnya ”yastami’u” bukan hanya yasma’u. Ketika kamu yastami’,
yasma’ suara burung, tapi kamu sekarang ini mendengarkan. Tadi malam saya sangat
setuju apa yang dikatakan Pak Hasan, satu anak yang bincang-bincang lima puluh
keluar, satu anak yang ngantuk dua puluh lima keluar. berarti kamu tidak memperhatikan.
Kalau kamu sudah menyepelekan Pak Syukri, selaku pimpinan pondok, Pak Hasan,
saya, dan guru-guru, kamu datang kesini untuk apa? Untuk mengacau, disini bukan
tempatnya, diusir saja. Tidak mau, panggil polisi paksa. Itu artinya tadi
malam, dan itu Khutbatul-’Arsy.
Dalam etiket sudah sering dikatakan
tenang, tenang. Etiketnya orang mendengarkan ceramah, kursus pelajaran supaya
tenang semuanya termasuk guru-guru dan mahasiswa. Anak-anakku, acara malam tadi
sudah disampaikan dengan peragaan yang sangat menarik, meskipin diluar kurang
dapat mengikuti dengan baik. Nanti teknologinya akan diperbaiki. Saya sangat
puas ketika di Sarangan, memang yang datang tidak sebanyak ini, tapi yang tadi
malam itu adalah suatu permulaan yang sangat
baik. Anak-anakku yang sangat saya cintai, kalau tadi malam secara
global, secara total yang disampaikan dan masih akan ada lagi. Maka sekarang
saya akan menyampaikannya Al-Mutafarriqot. Yang menurut saya tidak akan lepas
dari pekan perkenalan ini, yang Insya Allah buku teksnya itu akan dibagi besok
pagi dan akan dipelajari. Anak-anakku satu diantaranya yaitu KMI, anda semuanya
ini adalah siswa KMI dan mahasiswa ISID. KMI itu singkatan dari
Kulliyatul-Mu’allimin Al-Islamiyyah. Arti letterleksnya yaitu, persemaian
guru-guru Islam, pembibitan guru-guru Islam, pembenihan guru-guru Islam.
KMI, Kulliyatul-Mu’allimin Al-Islamiyyah oleh karena ini semuanya bibit-bibit
unggul lembaga pendidikan Islam yang mencetak kader-kadernya untuk mencetak
guru-guru Islam dalam arti yang luas, bukan hanya guru di dalam kelas, di dalam
sekolah, lebih luas daripada itu, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW. Innama
bu’istu mu’alliman. Menjadi guru
dimana saja, di masyarakat, di keluarga, dan sebagainya. KMI enam tahun, tapi
tidak mesti anak-anak itu belajar di KMI selama enam tahun. Dari SMP, Tsanawiyah
cukup empat tahun kalau sekiranya memenuhi syarat, bisa juga langsung ke kelas
tiga kalau diuji lulus. Bahkan bisa langsung ke kelas lima kalau diuji lulus,
bahkan ada yang langsung ke kelas enam, cuma satu atau dua tahun. Tetapi
tentunya menurut saya mulai dari kelas satu samapai kelas enam lebih matang.
Ketimbang anak yang satu atau dua tahun meskipun anak itu tamatan pondok
pesantren alumni.
Anak-anakku prinsip yang selalu kita jaga dalam KMI ini adalah prinsip
keseimbangan, seimbang antara ilmu pengetahuan umum dan agama. Seimbang antara
bahasa arab dan bahasa Inggris. Ketika pak Soeharto datang ke sini selaku
presiden, dan diterima dirumah almarhum KH. A. Sahal. Ketika itu Pak Harto
bertanya, disini pengetahuan umum dan pengetahuan agama ada berapa persen, dijawab oleh Ust. Imam
Zarkasyi, seratus persen pengetahuan umum dan seratus persen pengetahuan agama,
setelah mendengarkan jawaban tadi Pak Soeharto bertanya lagi : ”Apa tidak begini
( miring )?, tidak ! karena itu anak-anak disini selama 24 jam berada didalam
pondok dengan sistem asrama, tidak mungkin seratus persen pengetahuan umum dan
seratus persen pengetahuan agama kalau tidak tinggal di dalam asrama, it’s
impossible, tidak mungkin. Dikatakan berat, memang berat tapi nyatanya berhasil.
Keseimbangan bukan hanya ilmu saja, tetapi mental akademik, maka dengarkan
kata demi kata. Kelas enam yang khusnul Khatimah itu adalah yang handal
mentalnya dan handal akademiknya, itu namanya Khusnul Khatimah, handal juga
kesehatannya. Kalau ada anak yang mentalnya bagus, tapi akademiknya jatuh,
nilainya do re mi fa so la, itu belum khusnul khotimah. Sebaliknya bila ada
anak yang ilmunya tinggi-tinggi,
pandai-pandai, tetapi mentalnya rusak, mau menipu, apalagi mencuri. Itu namanya
tidak Khusnul Khatimah. Maka dari itu harus khusnul khatimah ilman wa khuluqon.
Hati-hati kelas enam, kamu kelas yang paling tinggi, pertahankan dirimu,
mentalnya harus bagus.
Alhamdulillah anak-anakku KMI sekarang ini telah banyak mendapat pengakuan
syahadahnya, tapi hati-hati dalam mengaitkan KMI dengan SMA. Pondok sekarang
ini disamakan dengan SMA, tidak betul
itu, bukan pondoknya yang disamakan, hanya ijazahnya KMI itu disamakan dengan
negri. Diakui sama dengan SMA, SK diknas, bukan hanya SMA dalam negri, ternyata
Al-Azhar di Mesir juga mengakui.
Jadi sebenarnya, anak-anak kelas
enam dengarkan dengan baik. Masukan kedalam otak, kedalam hati, bukannya
kedalam telinga. Kamu itu luar biasa sebenarnya bagi yang telah tamat kelas
enam ijazahnya itu lima, ijazah KMI sekaligus ijazah SMA negri, ijazah Aliah
Negri, sekaligus ijazah Luar Negri ke Mesir, Madinah dll. Jadi, prinsip keseimbangan ini selalu kita
pertahankan, dan jangan lupa, seperti
itu dengan perjuangan. Anak-anakku, ISID dulu itu namanya PTD yaitu Perguruan
Tinggi Darussalam dan sekarang menjadi ISID mudah-mudahan dalam kurun waktu
yang tidak lama menjadi UID, Universitas Islam Darussalam, allahumma amin. Perguruan
tinggi kita ini akan menjadi UID, Universitas Islam Darussalam sekarang sedang
dibentuk timnya tetapi tetap perguruan tinggi Pondok Pesantren, dalam arti
harus bertempat tinggal di asrama, dalam arti aqidah syari’ah aklaqnya yang
islami. Mahasiswanya dari mana, dari KMI, yang terbesar dari KMI, tapi kalau nilai
matematikanya itu tiga, empat, lima nah ini repot jadinya. Maka Pak Syukri
mengatakan yang begitu nanti mungkin ditatar satu tahun.
ISID sekarang ini mempunyai tiga fakultas,
fakultas tarbiyah jurusannya pendidikan islam dan pendidikan bahasa arab
dekannya Ust. Akrim. Kamu harus tahu betul jurusannya apa, guru-guru pun jangan
menyelepekannya, ditanya kadang-kadang tidak tahu. Yang kedua fakultas Usuluddin
jurusannya perbandingan agama dan pemikiran islam. Fakultas Usuluddin ini
dekannya Ust. Nur Hadi Ihsan. Fakultas Syari’ah jurusannya lembaga keuangan Islam
dan perbandingan madzhab dan hukum dekannya Ust. Mulyono Jamal. Anak-anakku
tadi malam sudah mulai disampaikan bahwa untuk diakui sebagai Universitas Islam
maka harus ditambah lagi dua fakultas umum, rencananya fakultas ekonomi dan
fakultas tehnik.
Anak-anakku dan alhamdulillah ISID
ini telah mengadakan jaringan-jaringan kerja, terutama dengan
perguruan-perguruan tinggi dalam maupun luar negri. Umpamanya kita telah
mempunyai jaringan dengan Al-Jaami’ah Al-A’lamiyah di Pakistan, juga di
Malaysia, juga di Universitas Malaya. Pokoknya ISID ini sekarang sedang
mengembangkan sayapnya baik di dalam negri maupun di luar negri, Allahu akbar.
Tapi tetap perguruan tinggi Pondok Pesantren, akan diinstruksikan kepada
pimpinan pondok akan dibangun lagi di ISID Siman. Disana ada tanah, sebelah
timurnya masih luas sekitar 25 m, masih milik orang lain dan itu harus dibeli.
akan dibangun sebelah selatan masjidnya itu, ada tanahnya tapi jalannya masih dipakai petani-petani.
Dan ISID sekarang sedang menetapkan dimana tempatnya itu.
Tadi saya katakan al-mutafarriqot. Anak-anakku sekaligus saya mohon dibantu
doa. Masalah pertanahan itu memang sejak zaman dahulu, sampai sekarang ini
masih menjadi persengketaan, disini pun selalu ada saja. Pondok ini mempunyai
tanah di Mantingan seluas 184 hektar lebih. Sedikit ceritanya adalah seorang
haji dari Solo yang bernama H. Anwar
Sodiq mempunyai tanah luasnya beratus-ratus hektar, pada tahun 1960. berarti 44
tahun yang lalu kamu belum ada, tanahnya itu yang sebanyak 184 hektar
dihibahkan ke Gontor, dihibahkan itu diberi dan ketika itu belum ada
undang-undnag wakafnya. Sekarang Bu Salimah namanya, anaknya yang pertama minta
supaya tanah di Mantingan itu seluas 84 hektar dikembalikan. Ya Allah ini ada
apa ?, begitu tidak ada henti-hentinya ada apa ? Ini PR bagi badan wakaf, bagi kita, bagi
yayasan. YPPWPM ketika itu dipegang oleh pak Shoiman dan pak Abdullah Mahmud,
sekarang dipegang oleh Ust. Arifin Abdullah dan sekretarisnya Ust. Imam Muchtar. Maka ini tetap akan dipertahankan, setuju apa
tidak diminta yang 84 hektar itu, rela apa tidak, akan dipertahankan tapi
dengan proses. Badan wakaf telah memutuskan
prosesnya mendekati ahli warisnya, supaya tuntutannya dicabut. Entah
dengan imbalan apa, kita tidak tahu, maka dari itu akan kita proses. Dalam satu
dua hari ini kalau seandainya tidak mencabut kita akan mengajukannya lagi lebih
tinggi ke Jakarta. Insya Alllah masih banyak sekali orang-orang yang menolong
pondok ini. Kalau betul-betul terjadi seperti itu, akan direbut supaya nanti
anak-anak santri Gontor menduduki sawah
itu, empat ribu kita kirimkan kesana berhari-hari, ayo geger ya geger, belum
ditambah anak-anak putri tiga ribu menduduki tanah itu. Jendralnya ust. Arifin,
ust. Imam Muchtar, yang disana ust. Hidayatullah, ust. Sutaji belum Hidayat Nur
Wahid, Din Syamsuddin, belum Maftuh Basuni, Hayim Muzadi, masih banyak lagi
yang lainnya. Memang sejak dulu sampai sekarang ini selalu disengketakan dan
akan terjadi kecil ataupun besar, jangan dikira masalah di Gontor ini tidak
ada, kecil, besar ada saja.
Kita mempunyai tanah pemerintah
dipinjamkan ke Gontor yaitu di Lamoemea, ditambah di Lampung, banyak dan itu
akan timbul masalah kecil atau besar. Ternyata ungkapan orang jawa ” Senyari
bumi sedumuk bathu’ ” anda paham tidak, bathu’ itu kening. Kalau sampai kening
istrimu di pegang orang lain, dielus-elus, apalagi orang Madura clurit yang
akan berbicara, maka hati-hati kepada temanmu yang sudah mempunyai istri,
mungkin dulu kawanmu, teman sekerjamu, tapi kalau anak perempuan itu sudah ada
suaminya hati-hati. Hormatilah istri temanmu itu, itu namanya sedumuk bathu’.
Yang kedua senyari bumi, kalau sampai tanahnya itu dikikis, direbut hanya
senyari maka hati-hati memindah galengan. Hati-hati kalau ada orang yang
memindah patok, tonggaknya, ituurusan besar, saya pikir-piir memang ada ikatan
emosional kuat terhadap tanah. Doakanlah semuanya itu. Allahuma a’inna
’ala tahliili musykilaati ardi al-ma’had khosuson.
Al-fatihah...................
Hari ini jangan sampai
ada yang mengekspos disurat kabar, baik guru, mahasiswa, maupun santri KMI,
kalau sampai ada akan diusir, tapi kalau tidak saya sampaikan sebagai keluarga
besar itu tidak baik juga.
Sekarang anak-anakku di dalam Pekan
Perkenalan ini ada kata-kata sintesa, sintesa perpaduan empat unsur. Anak-anakku
semuanya, pondok ini bukan gerakan lokal, bukan gerakan joresan, bukan gerakan
Ponorogo, bukan gerakan propinsi, bukan kepunyaan daerah, tetapi gerakan global,
global umat islam. Anak-anak ini sudah jarang diungkapkan. Setiap Pekan Perkenalan
mesti disampaikan ust. Imam Zaekasyi dan ust. KH. Ahmad Sahal tentang sintesa
empat unsur ini, sintesa yang dimaksudkan yaitu yang baik-baik kita pakai di
Gontor ini, bukan tesa dan anti tesa kemudian menjadi sintesa yang mirip
subrimil. Yang baik-baik dipakai, kan boleh saja yang baik-baik dipakai.
Anak-anakku sintesa ini ditulis
dalam buku peringatan lima belas tahun,
berarti buku ini ditulis sekitar tahun 1941,1942. sintesa empat unsur ini yaitu
bahwa Pondok Modern Darussalam Gontor ini adalah merupakan sintesa empat unsur,
ketika itu belum ada Madinah, belum ada IIU, belum ada Universitas Madinah.
Sintesa empat unsur, saya sering mendengarkan ini, dan sering membaca buku
peringatan lima belas tahun. Sekarang bentuknya masih ada dengan bahasa
Indonesia kuno seperti itu. Sintesa empat unsur itu adalah Al-Azhar
University di negri Mesir, jaami’tul Azhar fii Misro, Fil Qoohiro. Saya ini
pernah belajar di Al-Azhar itu empat puluh lima menit, karena saya mengunjungi
Al-Azhar dan dipersilahkan duduk di
Al-Azhar empat puluh lima menit, tingkat dua ketika itu , lumayan. Tapi saya
ikuti perkembangan di Al-Azhar. Saya pernah belajar di Universitas Islam Madina
selama 1 jam, tidak apa-apa. Pelajarannya ketika itu subulussalam, ini pernah
saya baca, saya bisa mengikuti kalau begitu. Tingkat dua di sana.
Alhamdulillah, anak kelas enam yang baik pasti bisa, tapi belum sekarang jangan
tergesa-gesa pulang, pindah, keluar. Jangan itu nantilah. ”intadzir wandzur”.
Kamu semuanya masih proses jadi.
Proses jadi, kamu nanti jadi tapi masih dalam proses. Kadang-kadang juga eror,
orang naik sepeda motor kadang-kadang masuk jurang dan menabrak pohon asem.
Kamu muda-muda masih dalam proses, nanti akan menjadi pemimpin, jadi seperti
pak Syukri, pak Hasan, saya. Atau lebih begitu lho, jadi seperti ust. Maftuh.
Proses jadi, ikutilah proses ini semuanya. Anak-anak, dari Al-Azhar itu apa
yang ditiru, apa yang diambil, baca peringatan lima belas tahun. Sedikitnya ada
tiga yang diambil. Satu wakafnya yang sangat luas. Ada tanahnya, ada
perahu-perahunya, ada hotel-hotel dan lain sebagainya. Ada deposito-deposito.
Suatu ketika pemerintah Mesir pernah hutang kepada Al-Azhar, hutang ke Gontor
ini belum pernah ada, dan tidak akan pernah. Kita juga tidak hutang. Sekitar
tahun 1940 telah memberi biaya bea siswa, sebanyak tiga ribu mahasiswa ketika
itu. Sekarang tentunya sudah lebih berkembang, tiga ribu mahasiswa terjamin
pada waktu itu. Apakah Gontor ini bisa
seperti itu? Bisa apa tidak? Gontor sudah mulai memberi Allahu Akbar.........
beasiswa walaupun agak kecil-kecilan ada lima belas, ada yang terlantar,
keluarga pak Hadiyin itu mengirimkan uang sekian juta-sekian juta diberikan
kepada orang yang agak miskin dan berprestasi. Ini pak Hasan tahu, saya juga
tahu. Baru-baru ini Lutfi itu mengirimkan kepada saya lima juta untuk beasiswa,
yang kecil-kecilan. Kata pak Syukri apa? perjalanan seratus meter harus
dimulai ayunan langkah kaki yang pertama. Itu sebenarnya kata John F.
Kennedy, tapi dikatakan disini kan boleh saja.
Yang pertama wakafnya yang luas, kedua kubu pertahanan Islam yang
kokoh. Al-Azhar itu merupakan kubu pertahanan Islam yang kuat, sampai
sekarang meskipun Amerika sudah mulai mencampuri Al-Azhar, konon ayat-ayat
jihad itu jangan diajarkan di Al-Azhar. Tapi bagaimanapun di dunia ini
Al-Azhar termasuk kubu pertahanan Islam yang kuat. Artinya begini diantaranya,
meskipun Mesir itu dijajah Perancis, dijajah Inggris sunnah Al-Azhar tetap
berjalan terus. Jubah-jubah tetap berjalan, jilbab-jilbab tetap berjalan, belum
lagi akidah syari’ah dan akhlaqnya. Menurut saya diantaranya alumni Al-Azhar
itu menjadi komandan-komandan kubu pertahanan islam, pak Hasan alumnus Al-Azhar,
menjadi komando pertahanan Islam, pak
Syukri, juga alumnus Al-Azhar, menjadi komandan pertahanan Islam, pak Sutaji juga
begitu. Tapi jangan lupa tamatan ISID pun menjadi komandan,
jendral-jendral kubu pertahanan islam. Allahu Akbar.......
Yang diambil lagi dari Al-Azhar adalah keabadiannya, usia
Al-Azhar ini lebih 1050 tahun, pondok kita ini baru usia 78 tahun, dan untuk
itu pondok kita ini diwakafkan tahun 1958, telah diwakafkan secara resmi hitam
diatas putih. Sebenarnya ketika peringatan seperempat abad pendiri pondok ini
mengatakan bahwa Gontor ini diwakafkan. Tetapi baru berupa lisan pada waktu
itu. Diresmikan tahun 1958,
penandatanganan lengkap sudah, tapi banyak yang meninggal dunia tinggal
beberapa orang. pak Shoiman wafat, pak Mahmud wafat, yang masih ada pak Syukri,
lalu dibentuk organisasi namanya Badan Wakaf.
Sintesa yang
kedua, dari Aligarh University ini, begini ceritanya anak-anakku.
Ditengah-tengah penjajahan Inggris, India dijajah oleh Inggris , diantara
penduduk India yang beragama hindu dan budha yang sangat fanatik dan kuat, Islam
bangkit. Universitas Islam di Aligarh didirikan, oleh karena itu
dalam buku peringatan tersebut disebutkan “Revival of Islam”, kebangkitan
islam. Kenapa bangkit, biasanya tidur, tidak bergerak. Persis Gontor juga
seperti itu anak-anakku. Pondok ini ketika
itu, Indonesia di jajah Belanda, yang menekan umat Islam, disekitar ini faham
Hindu sangat kuat sekali. Kebatinan masih sangat kuat sekali, orang dzikir pada
waktu itu tidak Laa ila ha illa Allah, tidak begitu. Tapi, etan kono eneng opo,
kulon kono eneng opo, lor kono eneng opo, dzikir seperti itu apa itu, sekarang
masih ada itu. Itu kira-kira kitab Gatholoco dan yang sebangsa itu. Baca
kitabnya tentang kebatinan Dr. Rasyidi, tapi Rasyidi bukan membela ini tapi memberantas. Jadi Revival
Islamnya bangkit tahun 1926 di Gontor. Ada orang yang bertanya pada saya, pak
zaman itu kan zaman Belanda tahun 1926 kenapa ngerti tentang Aligarh, Santini
Ketan. Berarti ketika itu informasi pendidikan internasional sudah masuk ke
Indonesia lewat orang-orang dari luar negri, surat kabar, majalah dan
sebagainya. Anak-anakku pak Syukri dengan saya pernah datang kesana, tapi tidak
lama-lama karena terbatas waktu. Banyak yang saya lihat diantaranya, di Aligarh
ini ada sebuah organisasi mahasiswa dan siswa. Saya lewat di kampusnya ada petunjuk
tanda panah loundry, part of security, department of education. Dengan
demikian saya lebih mantap bahwa gerakan kita ini bukan gerakan melarak, tidak,
tetapi gerakan global. Gerakan global internasional. Allahu Akbar........
Alahmdulillah saya ini bisa mengunjungi tempat seperti itu, saya bertemu dengan
beberapa anak Indonesia, pemuda Indonesia yang belajar di Aligarh ini.
Apa yang bisa
kita ambil dari sintesa Santi niketan, itu juga di India. Pendirinya namanya
Rabin Dranataghore, ayahnya namanya Rebin Dranataghore. Dan anaknya pendirinya.
Kampus ini sebenarnya bukan kampus perguruan tinggi Islam, tetapi ada yang baik
untuk kita ambil. Alhikmatu Dhoolatu Al-mu’min haisu wajadaha iltaqoha. Hikmah
itu kepunyaan orang islam yang hilang, dimana dia menemui harus diambil, disana
kan ada damai, itu punya orang islam harus kita ambil. Kampus ini kampus
perguruan umum, ditengah –tengah hutan melalui semak belukar, hutan yang lebat,
sungai-sungai besar, rawa-rawa, binatang buas. Saya akan kesana sebenarnya
supaya bicara saya ini lebih mantap, tapi jaraknya sangat jauh, itu 1000 km
dari New Delhi, tapi dilarang oleh orang sana, jauh pak Santi niketan itu. Yang
penting Santi niketan itu apa artinya, itu dua kata, Santi yang kedua Niketan.
Itu bahasa India, jangan salah mengucapkan, dipotong-potong. Santi, artinya
kampung dan Ni ketan itu damai, disini namanya Darussalam. Yang tidak mau damai
jangan disini. Anak-anakku ini penting sekali saya sampaikan pondok ini
Darussalam, yang suka bertengkar, disini bukan tempatnya, bila ada gejala-gejala bertengkar ataupun
berkelahi supaya segera ingat, ya akhi hadza Darussalam, kalau ada yang seperti
itu harus diingatkan, kadang-kadang lupa. Ini Santi niketan, jangan salah berhenti dalam mengucapkan, nanti
berabe.
Anak-anakku Syanggit itu di Afrika,
Khutbatul-’Arsy itu mesti bersangkut dengan Syanggit. Persisnya dimana, semua
orang yang ke Afrika itu belum tahu, tapi yang jelas di Afrika Utara. Kampus
ini, kampus pendidikan Islam di Afrika Utara, what is sublimed from this campus ? Apa yang disublimir,
disaring dari kampus ini. Pak Syukri, pak Hasan, saya ingin menjadi orang kaya, kalau
kaya raya, harta benda untuk beramal sebanyak-banyaknya. Sekarang sudah kaya
tapi belum raya, ukuran kaya itu apa?, kadang orang masih bingung, orang kaya
itu macam apa, katanya mobilnya lima
juga belum kaya, baru sawah sekotak belum kaya. Ukurannya apa, tidak usah
jauh-jauh mencari, dalam Islam itu sudah ada ukuran orang kaya, apa itu ? orang
yang oleh Islam diwajibkan memberi. Orang yang diwajibkan memberi oleh Islam
itu orang kaya. Artinya memberi zakat. Tentang Syanggit,
pengasuh-pengasuhnya itu sangat dermawan, mereka mempunyai ribuan domba-domba,
ribuan sapi-sapi. Santri-santrinya, murid-muridnya supaya memerah susu-susu
kambing itu, memerah susu-susu domba dan sapi itu, dan supaya dimasak, dan
supaya diminum secara gratis. Yang penting anak-anakku secara gratis.
Sehat langsung diperas, rebus, minum. Terutama pada waktu pagi, diberi roti
cukup sehat. Kapan saya ini mempunyai ribuan domba, pak Hasan, pak Syukri
mempunyai ribuan sapi perah. Diberikan kepada santri-santri susu-susunya,
sehingga anak-anakku sehat, tegar, tegar. Kecil-kecilan saja dulu, kelas enam
dipanggil buka bersama, kelas lima buka bersama tapi pakai uang sendiri, bukan
uangnya pak Hasan, uangmu.
Yang penting lagi anak-anakku berikutnya Syanggit ini, santri-santri yang
sudah tamat diantarkan oleh penduduk pondok itu ke pintu gerbang ke luar kota.
Ramai-ramai ke pintu gerbang, kira-kira ada enam kilo, sebagai tanda
menghormati alumni itu. Itu sebagai tanda hormat kepada yang berhasil.
Anak-anak kelas enam ini sebenarnya berharga, tapi jangan minta dihargai.
Berhasil, ketika kamu kelas satu itu berapa jumlahnya, sekarang tinggal sekian,
berarti kamu berhasil. Maka kalau model
Syanggit kelas satu sampai lima beramai-ramai mengantarkan kelas enam pulang,
berjuang kedalam masyarakat ramai-ramai mestinya begitu. Itu berarti maknawinya
anak yang tamat dihargai sekali, pondok pun sangat menghargai sebenarnya. Pak
Zarkasyi ketika itu belum mempunyai putra, sudah menamatkan kelas tertinggi,
seperti pak Idham Khalid umpamanya, apa kata pak Zar ketika melepas itu,
anak-anakku izinkanlah anak-anakku ini menjadi anakku. Idham dan lain-lain
menjadi anakku, izinkanlah kamu saya panggil anakku. Begitu kuat ikatan emosional antara kiyai
dengan santri, antara guru dengan murid. Tidak ada di
lembaga-lembaga pendidikan terutama di lembaga pendidikan-pendidikan umum. Di
IAIN saya terkejut, saya juga dulu mengajar di IAIN, mengajar di UMNER, setelah
menjadi direktur KMI saya lepas semuanya itu. Sampai sekarang saya lepas
semuanya itu, tidak mengajar dimana-mana kecuali di pondok ini. Pengalaman saya
mengajar di IAIN sekian lama, waktu hari raya tidak ada mahasiswa seorang pun
silaturrahim dengan saya. Itu sebenarnya kewajiban mereka, tetapi kenyataannya
seperti itu. Ini berarti hubungan keluarga silaturrahim antara murid
dan dosen sangat renggang sekali. Lain dengan anak-anak kita ini, sudah
berhasil datang, sudah kawin datang, kadang-kadang dengan anaknya, kadang-kadang
membawa oleh-oleh. Kadang-kadang tidak, tidak apa-apa seperti itu tidak
ngarep-ngarep.
Anak-anakku inilah yang saya
katakan, sebenarnya masih banyak. Nanti Insya Allah KH. Hasan Abdullah akan
menyampaikan hal-hal yang lebih penting, nanti malam bertemu lagi Insya Allah.
Yang penting semoga kita semuanya ini diberi kekuatan lahir dan batin hidayah
daripada Allah SWT. Doakanlah anak-anakku kepada pimpinan, sewaktu-waktu
khususnya setiap shalat. Jangan lupa kami di doakan dan juga anak-anakku kami
doakan semoga menjadi santri-santri yang baik, perbaikilah santri-santri
kami, jadikanlah mahasiswa kami yang
baik-baik, perbaikilah mahasiswa kami. Jadikanlah dosen kami yang baik-baik,
perbaikilah dosen-dosen kami. Jadikanlah pembantu-pembantu kami yang baik-baik,
perbaikilah pembantu-pembantu kami.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
0 komentar:
Posting Komentar