PEKAN PEERKENALAN DI PONDOK MODERN GONTOR
Oleh
: KH. HASAN ABDULLAH SAHAL
“Bondo Bahu Pikir Lek Perlu Sak Bojone Pisan” Pak Hasan, Bu
Hasan , Pak Sukri, Bu Sukri, Pak Badri Bu Badri,semuanya bondo bahu pikir lek
perlu sak bojone pisan. Yang putri “ Bondo Bahu Pikir Lek Perlu Sak suamine
Pisan “ harus begitu, kalau tidak jangan berjuang di
Mantingan , inilah yang membikin eksisnya pondok, yang mengabadikan umurnya
pondok.
Untuk diketahui bahwa di pondok TIDAK ADA TAKE AND GIVE, para kader,
guru-guru, pengasuh pondok cabang, dengarkan baik-baik “ di pondok TIDAK ADA
TAKE AND GIVE “, Santri-santri supaya semuanya memperhatikan “ di Pondok TIDAK
ADA TAKE AND GIVE “, Yang ada hanya GIVE, AND GIVE AND GIVE , MEMBERI-MEMBERI
DAN MEMBERI. Kalau ada take and give itu berarti vested and interest, ada
maunya, ada kepentingan pribadi dan ekonomi, Bondo, bahu pikir lek perlu sak
nyawane pisan, lek perlu sak bojone pisan. Itulah ruh Pondok, itulah spirit
pondok, karena inilah pondok ini tetap eksis.
Inilah pondok
dengan segala kekurangannya dengan segala kelemahan-kelemahannya, inilah
kekuatan yang ada pada diri kita, misalnya ada seseorang yang anaknya
kehilangan uang, lantas mengatakan bahwa pondok tidak bisa mendidik, nanti
dulu. Kalau asal main tuduh seperti itu, saya juga berhak menuduh “ mungkin
uangnya dulu dari hasil maling “. Ya memang pondok masih ada
kekurangan-kekurangan, yang datang kesini anak yang bermacam-macam, ada yang
sudah baik, ada juga yang belum baik dan ingin menjadi baik, berproses,
sehingga kalau ada yang kehilangan uang, itu namanya ekses, jangan langsung
difonis bahwa pondok tidak bisa mendidik.
Amerika menuduh umat
Islam secara sepihak, kita pun berhak untuk menuduh Amerika dengan sepihak
juga, mereka menuduh umat Islam teroris kita menuduh Amerika super maha teroris
secara sepihak juga. Padahal
di Amerika sekarang ini terjadi
pesatnya perkembangan Islam. Jadi jangan khawatir. Hidup dengan penuh keyakinan
kepada Allah, kamu yakini, percaya kepada Allah hingga mati itu lebih baik
daripada tidak percaya kepada Allah dan mati.
Maka apa yang ada
di pondok ini kami tidak mengaku-ngaku paling adil, tetapi kami insya Allah tidak ada usaha untuk tidak adil,
kami semuanya tidak ada pikiran untuk tidak adil, mungkin dalam
tindakan-tindakan kami ini bisa saja tidak adil. Tapi kemauan untuk tidak adil
tidak ada. Jadi semuanya ikut berpikir bersama, berbuat bersama, satu perasaan,
sehingga antara kita dengan kita tidak ada masalah apa-apa. Dan kita tidak bisa ditarik sana tarik sini terutama peradaban - peradaban
dari luar. Apa yang ada diluar tidak pasti ada di pondok ini, apa yang ada di
luar tidak mesti bisa berjalan di pondok ini,
meskipun dikatakan bahwa kita tidak profesional, meskipun tidak sesuai
disiplin ilmu di luar, meskipun tidak sesuai aturan Birokrasi, meskipun tidak
sesuai hukum-hukum yang ada di luar, jangan terkejut kalau Gontor tidak seperti
sekolah di luar, yang ada di luar tidak pasti ada di pondok, aturan yang ada di
luar belum pasti cocok dengan yang ada di pondok. Sampai profesionalisme belum
tentu kita pakai.
Adapertanyaan yang
diajukan kepada saya “ Kenapa
Gontor tidak ikut ujian persamaan,
tidak menyesuaikan diri dengan kurikulum diknas atau depag ? jawabannya adalah pertanyaan
kenapa tidak diknas atau depag saja yang
menyesuaikan dengan KMI Gontor ?. Inilah Gontor
dengan segala kekurangan dan
kelebihannya yang ada, karena tujuan kita udah IN, makanya kamu melihat pondok
ini secara keseluruhan. Apa yang ada dalam pondok ini selama 24 jam adalah mata
pelajaran , kurikulummu dalam kehidupan ini, aturan-aturan ini supaya dipakai
dalam kehidupan.
Karena itu saya
berpesan terutama untuk para pengurus di rayon, supaya di rayon tidak terlalu
banyak peraturan yang membebabi, masalah-masalah kecil jangan dibesar-besarkan,
jangan terlalu banyak hukuman-hukuman, hanya papan nama tidak dipakai, atau
kancing baju kurang lengkap saja dipermasalahkan sampai berbelit-belit, yang
toleran sajalah, asal efektif. Tetapi kepada anak-anak saya juga berpesan agar
beri’tikad baik dengan Pondok, pengurus dan disiplin, jangan sampai sangaja
mengganggu keikhlasan, sengaja melanggar dan merusak disiplin. Jadi saya harap
agar semua beri’tikad baik, bisa hidup di Pondokdengan harmonis.
Dalam ilmu perpers-an berita itu w 5 : what, who, when,
where, why, h 1 : how, kemudian then baru
jadi jelas.
What : pondok itu suatu lembaga pendidikan yang berasrama
dan ada kyainya / pimpinan ada masjidnya, sebelum ada asrama yang penting
pertama ada adalah masjid, kalau mau jadi kyai yang penting harus ada masjid
itu kalau pesantren putra, tapi kalau pesantren putri yang pertama ada adalah
pager { karena putri itu tidak selama boleh dimasjid, beda dengan putra }. Maka
unsure-unsur yang harus ada di pondok adalah kiyai, santri, masjid, asrama dan
kelas serta pelajaran. Kalau salah satu tidak ada ya bukan Pondok pesantren,
ada kiyai, santri, sarana tetapi tidak ada pelajaran, itu namanya ngobrol. Menurut
pengamatan saya pada umumnya pimpinan-pimpinan pondok pesantren alumni itu
hanya tamatan KMI murni, Kalau sudah sarjana mungkin sudah terkontaminasi
dengan gelar kesarjanaannnya, sehingga idealismenya luntur. Untuk menjadi kiyai
pondok hendaknya sudah kawin, bagi yang belum supaya segera menikah. Itu lebih
baik.
Who : kyai, santri, pelajaran
Pesantren zaman sahabat tidak
ada, juga zaman tabi’in tidak ada, yang ada hanya di Indonesia , karena itu singkronisasi
antara islam dan ajaran atau thoriqot hindusiah cara
– cara hindu dan dikompromikan
disingkronkan dengan islam akhirnya berdirilah suatu lembaga pendidikan yang
berbentuk pesantren itu menurut sejarah dan analisa sejarah. Kedua berdiri
pesantren ini menurut sejarah adalah kalah perang fisik lawan penjajah akhirnya
para kyai takut kalau sudah kalah fisik kalah moral sekalian, maka akhirnya
para ulama kembali ke desa / ke kampung–kampung membina ummatnya tentang ilmu
keagamaan dari satu hal anti penjajah tidak mau dijajah, karena kedholiman
harus ditiadakan. Sampai sekarang pesantren itu anti penjajahan, anti
imperialisme dan kolonialisme, pesantren mengajarkan kebebasan dan kemerdekaan.
Zaman dulu kiyai-kiyai pesantren sampai-sampai mengharamkan memakai celana yang
dinilai tasyabuh dengan penjajah, begitulah antipati mereka kepada penjajah.
Karena itu di pesantren jangan sampai ada hal-hal yang berbau kolonialisme,
imperialisme, dan penjajahan. Jangan mau dijajah, ditekan, diintimidasi,
diikat, pondok harus mandiri, bebas dan merdeka.
Kehidupan di pondok yang tidak ada diluar adalah hubungan
ruhiyah antaran santri dengan kyai, maka kalau ada anasir-anasir yang akan
memisahkan santara kyai dengan santri pasti gagal, jadi pondok bukan karena
gedungnya, kelas – kelasnya, asramanya, hubungan santri dengan kyai tetap
meskipun berpisah, disini yang tidak
bisa di pisahkan sebab Jiwa Ukhuwah Islamiyah. Dulu waqli santri kalau
memasrahkan putranya kepada kiyai disertai kain kafan, sebagai tanda bahwa
putranya diserahkan secara total untuk dibina jiwa raganya dnegan penuh
kepercayaan. Saat ini wali santri diminta menandatangani surat penyerahan, semua itu untuk pencerahan
dan kebersihan hati kita, sebagai wujud kesungguhan kita dalam mendidik. Santri
datang dengan suka rela ke pondok , minta diterima, minta dididik, diajar dan
dibina karena itu supaya apa yang di pondok ini bisa diterima dengan lapang
dada.
0 komentar:
Posting Komentar