Allah
berfirman dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar (39) ayat 23:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ
كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ
رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ
هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ
هَادٍ
‘Allah telah menurunkan perkataan yang paling
baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, kemudian menjadi tenang
kulit dan hati mereka untuk mengingat Allah….’ (QS. Az-Zumar: 23).
Maka kemudian Allah menghubungkannya
dengan menyebutkan keadaan orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang
tidak bisa mengambil manfaat dengan mendengarkan Al-Qur’an. Sebaliknya, mereka
lebih senang menghibur diri dengan seruling, nyanyian, dan alat-alat musik.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Luqman (31)
ayat 7:
وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ ءَايَاتُنَا
وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِي أُذُنَيْهِ وَقْرًا
فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
”Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami,
dia berpaling dan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya
seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya….” (QS. Luqman: 7).
Nyanyian merupakan untaian kata-kata atau bisa juga
berupa puisi, sajak, syair yang diiramakan. Nyanyian ini seringkali menjadi
perdebatan dalam agama Islam karena sering dianggap jalan menuju kesesatan.
Dalam Al-Qur’an surat Luqman (31): 6, Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ
الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا
هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan
perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu sebagai olok-olokan. Mereka itu
memperoleh azab yang menghinakan.” (Q.S. Luqman[31]:6)
Dalam
ayat tersebut dikatakan bahwa yang dilarang adalah perkataan yang tidak
berguna. Ayat tersebut tidak menyebut bahwa nyanyian itu diharamkan.
Dalam peritiwa hijrah, kaum Anshar
menyambut kedatangan Nabi SAW beserta rombongan dengan menggunakan nyanyian
yang diiringi rebana, sementara Nabi tidak mempermasalahkan nyanyian sambutan tersebut.
Menurut
riwayat Imam Ahmad, pernah dua orang wanita mendenangkan lagu yang isinya
mengenang para pahlawan yang gugur dalam perang Badr sambil menabuh gendang.
Lalu diantara syairnya adalah: “dan kami
mempunyai Nabi yag mengetahui apa yang ada di hari esok.” Mendengar syair
tersebut Nabi SAW menegur mereka dan bersabda:
“Adapun yang demikian jangan kalian ucapkan. Tidak ada yang mengetahui
(secara pasti) apa yang terjadi esok kecuali Allah. (diriwayatkan oleh Ahmad)
Dengan
demikian, dari riwayat di atas Nabi tidak melarang nyanyian-nyanyian, melainkan
hanya menegur sebagian isinya yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.
0 komentar:
Posting Komentar