Bangsa Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli
dalam bidang sastra, dengan sederet nama-nama sastrawan beken pada masanya,
namun dalam hal tradisi tulis-menulis (baca: khat) masih tertinggal jauh bila
dibandingkan beberapa bangsa di belahan dunia lainnya yang telah mencapai
tingkat kualitas tulisan yang sangat prestisius. Sebut saja misalnya bangsa
Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa India dengan Devanagari, bangsa Jepang
dengan aksara Kaminomoji, bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria dengan
Fonogram/Tulisan Paku, dan pelbagai negeri lain sudah terlebih dahulu memiliki
jenis huruf/aksara. Keadaan ini dapat dipahami mengingat Bangsa Arab adalah
bangsa yang hidupnya nomaden (berpindah-pindah) yang tidak mementingkan
keberadaan sebuah tulisan, sehingga tradisi lisan (komuniksai dari mulut
kemulut) lebih mereka sukai, bahkan beberapa diantara mereka tampak anti huruf.
Tulisan baru dikenal pemakaiannya pada masa menjelang kedatangan Islam dengan
ditandai pemajangan al-Mu’alaqat (syair-syair masterpiece yang ditempel di
dinding Ka’bah).
Pembentukan huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal
pada masa-masa awal Islam memakan waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara
bertarikh 250 M, 328 M dan 512 M menunjukkan kenyataan tersebut. Dari
inskripsi-inskripsi yang ada, dapat ditelusuri bahwa huruf Arab berasal dari
huruf Nabati yaitu huruf orang-orang Arab Utara yang masih dalam rumpun Smith
yang terutama hanya menampilkan huruf-huruf mati. Dari masyarakat Arab Utara
yang mendiami Hirah dan Anbar tulisan tersebut berkembang pemakaiannya ke
wilayah-wilayah selatan Jazirah Arab.
Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Umayyah (661-750
M)
Beberapa ragam kaligrafi awalnya dikembangkan
berdasarkan nama kota tempat dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter
tulisan hanya ada tiga gaya utama yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal
di Makkah dan Madinah yaitu Mudawwar (bundar), Mutsallats (segitiga), dan Ti’im
(kembar yang tersusun dari segitiga dan bundar). Dari tiga inipun hanya dua
yang diutamakan yaitu gaya kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya Muqawwar
berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut berciri kaku dan terdiri goresan-goresan
tebal (rectilinear). Dua gaya inipun menyebabkan timbulnya pembentukan sejumlah
gaya lain lagi diantaranya Mail (miring), Masyq (membesar) dan Naskh
(inskriptif). Gaya Masyq dan Naskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun
ditinggalkan karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun
melahirkan beberapa variasi baik pada garis vertikal maupun horizontalnya, baik
menyangkut huruf-huruf maupun hiasan ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba’
(lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam), Mutarabith
Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif mengalami
perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal keragaman
gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al-Qur’an, kitab-kitab
agama, surat-menyurat dan lainnya.
Diantara kaligrafer Bani Umayyah yang termasyhur
mengembangkan tulisan kursif adalah Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat
tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan Tsuluts. Keempat tulisan ini saling
melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain sehingga menjadi lebih sempurna.
Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan pena besar pada
tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas) yang tidak terpotong.
Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir
dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri miring
digunakan oleh masyarakat luas.
Sejarah perkembangan periode ini tidak begitu banyak
terungkap oleh karena khilafah pelanjutnya yaitu Bani Abbasiyah telah
menghancurkan sebagian besar peninggalan-peninggalannya demi kepentingan
politis. Hanya ada beberapa contoh tulisan yang tersisa seperti prasasti
pembangunan Dam yang dibangun Mu’awiyah, tulisan di Qubbah Ash-Shakhrah,
inskripsi tulisan Kufi pada sebuah kolam yang dibangun Khalifah Hisyam dan
lain-lain.
Perkembangan Kaligrafi Periode Bani Abbasiyah
(750-1258 M)
Gaya dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang
terlebih pada periode ini semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya
Ad-Dahhak ibn ‘Ajlan yang hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah
(750-754 M), dan Ishaq ibn Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M)
dan al-Mahdi (775-786 M). Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan
tulisan Tsuluts dan Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian
kaligrafer lain yaitu Abu Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf
berhasil menciptakan huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat
sebagai nama besar adalah Ibnu Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi
kepada Al-Ahwal al-Muharrir. Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan
tulisan kursif karena penemuannya yang spektakuler tentang rumus-rumus
geometrikal pada kaligrafi yang terdiri dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan
huruf yang ia tawarkan yaitu : titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurutnya
setiap huruf harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat
al-Mansub (tulisan yang berstandar). Ia juga mempelopori pemakaian enam macam
tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani,
Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan kursif. Tulisan Naskhi dan Tsuluts
menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang akhirnya bisa menggeser
dominasi khat Kufi.
Usaha Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya
yang terkenal diantaranya Muhammad ibn As-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari
dua muridnya ini kemudian lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab
mengembangkan lagi rumus yang sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal
dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar yang indah). Ia mempunyai perhatian
besar terhadap perbaikan khat Naskhi dan Muhaqqaq secara radikal. Namun
karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu sebuah
al-Qur’an dan fragmen duniawi saja
Pada masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta’simi yang
memperkenalkan metode baru dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan
halus lagi terhadap enam gaya pokok yang masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer
besar di masa akhir Daulah Abbasiyah hingga runtuhnya dinasti ini pada tahun
1258 M karena serbuan tentara Mongol.
Pemakaian kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah
menunjukkan keberagaman yang sangat nyata, jauh bila dibandingkan dengan masa
Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah sangat ambisius menggali
penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak yang tengah berkembang.
Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai ornamen dan arsitektur oleh
Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya mendominasi unsur ornamen
floral dan geometrik yang mendapat pengaruh kebudayaan Hellenisme dan Sasania.
Perkembangan Kaligrafi Periode Lanjut
Selain di kawasan negeri Islam bagian timur
(al-Masyriq) yang membentang di sebelah timur Libya termasuk Turki, dikenal
juga kawasan bagian barat dari negeri Islam (al-Maghrib) yang terdiri dari
seluruh negeri Arab sebelah barat Mesir, termasuk Andalusia (Spanyol Islam).
Kawasan ini memunculkan bentuk kaligrafi yang berbeda. Gaya kaligrafi yang
berkembang dominan adalah Kufi Maghribi yang berbeda dengan gaya di Baghdad
(Irak). Sistem penulisan yang ditemukan oleh Ibnu Muqlah juga tidak sepenuhnya
diterima, sehingga gaya tulisan kursif yang ada bersifat konservatif.
Sementara bagi kawasan Masyriq, setelah kehancuran
Daulah Abbasiyah oleh tentara Mongol dibawah Jengis Khan dan puteranya Hulagu
Khan, perkembangan kaligrafi dapat segera bangkit kembali tidak kurang dari
setengah abad. Oleh Ghazan cucu Hulagu Khan yang telah memeluk agama Islam,
tradisi kesenian pun dibangun kembali. Penggantinya yaitu Uljaytu juga meneruskan
usaha Ghazan, ia memberikan dorongan kepada kaum terpelajar dan seniman untuk
berkarya. Seni kaligrafi dan hiasan al-Qur’an pun mencapai puncaknya. Dinasti
ini memiliki beberapa kaligrafer yang dibimbing Yaqut seperti Ahmad
al-Suhrawardi yang menyalin al-Quran dalam gaya Muhaqqaq tahun 1304, Mubarak
Shah al-Qutb, Sayyid Haydar, Mubarak Shah al-Suyufi dan lain-lain.
Dinasti Il-Khan yang bertahan sampai akhir abad ke-14
digantikan oleh Dinasti Timuriyah yang didirikan Timur Leng. Meskipun dikenal sebagai
pembinasa besar, namun setelah ia masuk Islam kaum terpelajar dan seniman
mendapat perhatian yang istimewa. Ia mempunyai perhatian besar terhadap
kaligrafi dan memerintahkan penyalinan al-Qur’an. Hal ini dilanjutkan oleh
puteranya Shah Rukh. Diantara ahli kaligrafi pada masa ini adalah Muhammad
al-Tughra’I yang menyalin al-Qur’an bertarih 1408 daam gaya Muhaqqaq emas. Dan
putera Shah Rukh sendiri yang bernama Ibrahim Sulthan menjadi salah seorang
kaligrafer terkemuka.
Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran menjelang abad
ke-15 dan segera digantikan oleh Dinasti Safawiyah yang bertahan di Persia dan
Irak sampai tahun 1736. pendirinya Shah Ismail dan penggantinya Shah Tahmasp
mendorong perumusan dan pengembangan gaya kaligrafi baru yang disebut Ta’liq yang
sekarang dikenal khat Farisi. Gaya baru yang dikembangkan dari Ta’liq adalah
Nasta’liq yang mendapat pengaruh dari Naskhi. Tulisan Nasta’liq ahkirnya
menggeser Naskhi dan menjadi tulisan yang biasa digunakan untuk menyalin sastra
Persia.
Di Kawasan India dan Afganistan berkembang kaligrafi
yang lebih bernuansa tradisional. Gaya Behari muncul di India pada abad ke-14
yang bergaris horisontal tebal memanjang yang kontras dengan garis vertikalnya
yang ramping. Sedangkan di kawasan Cina memperlihatkan corak yang khas lagi,
dipengaruhi tarikan kuas penulisan huruf Cina yang lazim disebut gaya Shini.
Gaya ini mendapat pengaruh dari tulisan yang berkembang di India dan
Afganistan. Tulisan Shini biasa ditorehkan di keramik dan tembikar.
Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah Arab
diperintah oeh Dinasti Utsmaniyah (Ottoman) di Turki. Perkembangan kaligrafi
sejak masa dinasti ini hingga perkembangan terakhirnya selalu terkait dengan
dinasti Utsmaniyah Turki. Perkembangan kaligrafi pada masa Utsmaniyah ini
memperlihatkan gairah yang luar biasa. Kecintaan kaligrafi tidak hanya pada
kalangan terpelajar dan seniman tetapi juga beberapa sultan bahkan dikenal juga
sebagai kaligrafer. Mereka tidak segan-segan untuk merekrut ahli-ahli dari
negeri musuh seperti Persia, maka gaya Farisi pun dikembangkan oleh dinasti
ini. Adapun kaligrafer yang dipandang sebagai kaligrafer besar pada masa
dinasti ini adalah Syaikh Hamdullah al-Amasi yang melahirkan beberapa murid,
salah satunya adalah Hafidz Usman.
Perkembangan kaligrafi Turki sejak awal
pemerintahan Utsmaniyah melahirkan sejumlah gaya baru yang luar biasa indahnya,
berpatokan dengan gaya kaligrafi yang dikembangkan di Baghdad jauh sebelumnya.
Yang paling penting adalah Syikastah, Syikastah-amiz, Diwani, dan Diwani Jali.
Syikastah (bentuk patah) adalah gaya yang dikembangkan dari Ta’liq an Nasta’liq
awal. Gaya ini biasanya dipakai untuk keperluan-keperluan praktis. Gaya Diwani
pun pada mulanya adalah penggayaan dari Ta’liq. Tulisan ini dikembangkan pada
akhir abad ke-15 oleh Ibrahim Munif, yang kemudian disempurnakan oleh Syaikh
Hamdullah. Gaya ini benar-benar kursif, dengan garis yang dominan melengkung
dan bersusun-susun. Diwani kemudian dikembangkan lagi dan melahirkan gaya baru
yang lebih monumental disebut Diwani Jali, yang juga dikenal sebagai Humayuni
(kerajaan). Gaya ini sepenuhnya dikembangkan oleh Hafidz Usman dan para
muridnya.
0 komentar:
Posting Komentar