Rabu, 20 November 2013

KULIYAH UMUM BABAK IV 2003


PEKAN PEERKENALAN DI PONDOK MODERN GONTOR

Oleh : KH. ABDULLAH SUKRI ZARKASYI MA.

  
          Dimana letak sasaran pendidikan pondok kita ?. Banyak orang melihat kurikulum pendidikan Gontor, banyak orang yang melihat pelajaran di Gontor, yang lain melihat pengajaran bahasanya. Padahal sasaran pondok kilta bukan hanya pelajaran saja, sasaran utama  adalah mental attitude. Pendidikan mental, itulah yang lebih kita utamakan. Pelajaran hanya sebagai sarana untuk pendidikan mental. Dengan modal mental anak Gontor dapat mengejar ketinggalan mereka dalam bidang keilmuan, mental juga membuat anak kita leading dalam berbagai hal lainnya seperti ; leadership, organisasi, dan berbagai kegiatan kemasyarakatan. Itu seluruhnya dilaksanakan oleh anak Gontor.
Jadi dengan modal pendidikan mental yang baik,  potensi anak Gontor untuk keilmuan bisa, organisasi bisa, untuk ini, untuk itu bisa, leader dalam bermacam hal. Dan itulah sasaran Pondok kita, mental. Ilmunya tidak seberapa, pelajarannya tidak seberapa tapi mentalitasnya  tinggi, karena di Gontor ia harus memimpin, dia harus menjadi keamanan, dia harus mengatur dan diatur, harus ikut disiplin, dia harus belajar, harus mengatur waktu dan menata pikiran dan sebagainya.
Santri di Pondok Modern dididik untuk:
1.     Menata waktu
2.     Menata pikiran
3.     Menata perasaan
4.     Menata tenaga.
Dipaksa untuk mengatur waktu, pikiran, perasan tenaga untuk organisasi, untuk rayon, untuk dirinya, untuk keilmuan, untuk kelas, untuk olahraga dan sebagainya. Sekian banyak permasalahan harus dilaksanakan oleh seorang santri Gontor. Apalagi sudah kelas lima dan enam, harus dipaksa, kalau tidak bisa maka harus dipaksa untuk bisa memimpin, juga harus menjadi uswatun hasanah.
Maka pendidikan adalah pembiasaan, pembiasaan mungkin membutuhkan sedikit paksaan, sembahnyang dan tahajudpun terkadang harus dipaksa, bangun jam tiga seperempat, bangun untuk sholat sebelas  rakaat, berdo’a. 
Leadership dengan memaksa diri kita itu sangat diperlukan, pendidikan adalah pengarahan dan pengajaran, pembiasaan, penugasan. Allah memberi tugas macam-macam kepada kita seperti ; sholat, zakat, puasa, hajji, beramar ma’ruf nahi mungkar dan lain-lain.          Semuanya itu  untuk mashlahat kita sendiri, bukan untuk Allah, karena Allah sudah maha segalanya, tanpa kita puasa, Allah sudah maha segalanya.
Hiburan yang paling baik adalah hasil pekerjaan kita sendiri. Saya memimpin olahraga, club sepak bola saya menang, bola volley menang, bisa  memasukan goal dan menjadi bintang lapangan, sungguh suatu hiburan yang menyenangkan. Saya memimpin pondok ini senang, hasil kepemimpinan saya mendapat kepercayaan dari masyarakat dari pemerintah, sekarang KMI disamakan dengan SMA, KMI izajahnya disamakan dengan aliyah, senang. bisa mendapat hutan 50.000 ha di kal-tim, dsb. Bahkan insya Allah Gontor akan terus kita kembangkan sampai 7 ke-8, dan seterusnya.
Waktu menjadi santri kelas enam KMI, saya sering ke Cirebon dan tempat-tempat lainnya, saya menjadi ketua konsulat Ponorogo, ketua orkes  melayu, ketua olahraga, maka saya bisa musik, bisa olahraga, dan macam-macam untuk menggembleng diri saya, sehingga saya mempunyai life skill, mempunyai keterampilan hidup, gesekan-gesekan dilapangan, benturan kaki, benturan perasaan dan  benturan macam-macam, itulah yang mendidik saya memimpin pondok ini, karena itu saya tahan benturan. Tanpa ada gerak tidak ada gesekan, diam, tidak pernah kemana-mana.
Maka semuanya agar istiqomah untuk kepentingan pondok lillah ta’ala. Pergi sepak  bola karena Allah, pergi kemana-mana karena Allah, keliling pondok sampai ke ISID pun semuanya Lillah.
          Sekali lagi, pendidikan kita yang terpenting adalah pendidikan mental. Dengan mental yang baik, seorang anak membaca satu lembar akan  lebih efektif daripada yang mentalnya lemah. Dengan mental yang kuat wawasan akan luas, apabila ditanya memberikan jawaban yang lebih banyak daripada yang Ia baca. Itu adalah pendidikan dan dia menghayati apa yang dia baca tadi, sedang anak yang hanya berfikir akademistis saja, berdasarkan logika intelektuil saja, kemampuan membacanya terbatas, wawasannya tidak masuk ke hati, karena sesuatu yang masuk ke otak belum tentu  masuk ke hati. Sebagai contoh anak-anak Gontor yang di Madinah, pada awalnya mereka jauh lebih rendah keilmuannya daripada anak-anak yang disana, tetapi selanjutnya dapat menyusul mereka dan mengikuti mereka bahkan ada yang mumtaz. Apa sebabnya ? karena pendidikan mental yang kuat, mental kamulah yang  membuat kamu berhasil, tanpa itu kamu tidak akan berhasil.
          Kalau tidak punya mental pemimpin tidak akan bisa memimpin, kalau tidak ada mental pejuang, tidak akan bisa berjuang, dan pondok ini adalah ladang perjuangan. Hanya orang-orang pentinglah yang tahu arti kepentingan. Yang menganggap Bidayatul mujtahid tidak penting, khutbatul ‘arsy tidak penting, malah pergi ke orang kampung sehingga tidak ikut khutbatul ‘arsy berarti dia tidak mempunyai itikad baik terhadap pondok. Maka yang jujur kepada pondok, jujur kepada guru, jujur kepada kiai, sayapun berbuat sejujur-jujurnya kepada kalian, terbuka seluruhnya dipondok ini, saya melaporkan keuangan yang ada di pondok ini, tidak ada satu kiaipun dipondok lain yang seperti ini, pondok alumnipun tidak akan ada yang melaporkan keuangan pembangunan. Ini supaya kalian tahu bahwa inilah cara mendidik dan inilah cara memimpin pesantren.
Ada pondok pesantren yang hanya diisi empat orang perkamar, ada tv-nya, AC-nyan, yang demikian hanya akan melahirkan manusia-manusia yang tinggi individualismenya. Tapi di Gontor tidak, semua santri dilatih untuk bisa bergaul, bermasyarakat. Anaknya menteri, keponakan menteri, anak dirjen yang ada di Gontor ini sama antri, bawa piring, bergaul dengan semua orang, maka kalian pun demikian latihlah diri kalian untuk bisa bergaul. Ada anak kelas enam yang bergaul dengan teman-temannya yang itu-itu saja adalah picik. Untuk melatih diri kita ini berwawasan luas, berlapang dada, berpengetahuan luas dan berpengalaman luas harus banyak kawan.
Nanti kalian kalau sudah dewasa untuk belajar membuat net-work (menjalin jaringan kerja), Gontor ini dulu dari tahun delapan puluh sampai sembilan puluh dicurigai, dikatakan anti pemerintah, simpatisan DI/TII, al-hamdulillah isu-isu itu bisa kita tepis dengan membangun jaringan kerja yang baik, sehingga kesalahfahaman dan kecurigaan hilang, dan Gontor tetap eksis sampai sekarang.
Anak-anak sekalian jaringan kerja ini perlu dibuat dan perlu dilatih, kalian punya teman, di Palembang, lampung, irian, punya Ustadz, Kyai itu adalah jaringan kerja. Maka saya memakai  jaringan kerja itu anak Gontor ke Akabri dan lain sebagainya. Jadi bermsyarakat juga membuat jaringan kerja untuk kepemimpinan, membuat jaringan kerja membuat prestasi.
Selain daripada itu yang  juga penting di Gontor ini adalah kebersamaan, kalau dianggap Gontor ini kurang professional memang ada benarnya, Secara keilmuan, diluar banyak ulama-ulama yang lebih hebat, mereka menguasai banyak kitab-kitab, bagi kita  yang terpenting itu bukan keilmuannya, tetapi kemauan dan kemampuan untuk berbuat dan bekerja. Dengan keilmuan yang sekarang ini nyatanya kita bisa mendirikan Gontor, sampai ketujuh, kedepan, kesembilan. Bisa membuat santri-santri Gontor sedemikian militan, itu lebih baik. Yang penting adalah manfaatnya ilmu, sesungguhnya sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sesungguhnya Tuhan tidak menanyakan seberapa ilmumu ataupun gelarmu, tetapi apa yang kamu amalkan dari ilmumu.
Sekarang begini,  kalaulah ada kata-kata ‘Ati lijasadika haqqan, wa ‘ati li’ailatika haqqan, waati lima’hadika haqqan. Artinya berikanlah untuk badanmu haqqnya dengan berolah raga dengan menjaga badan, berilah hak-hak istrimu dan anaknu untuk dipikirkan, untuk di upokoro dan dididik serta dibimbing, diberi nafaqoh, maka sekian banyak hak dalam diri kita. Diri saya ini banyak hak, saya harus mikirin santri, mikirin diri saya, mikirin keluarga, saya harus begini, mikirin masyarakat, umat, pemerintah, harus memikir usaha, memikir pendidikan. Semuanya kita pikirkan. Jadi otak kita ini, kalau kita isi terus bak computer biologis, yang tambah lama tambah penuh dan berguna, tapi justru yang tidak pernah diisi kalau dipukul nyaring isinya. Jadi kepala yang banyak dipakai itu bertambah besar, ilmu kalau dimanfaatkan justru tambak banyak, meresap dalam hati, pikiran dan sebagainya. Kita belajar ini dan itu makin bertambah penuh dan luas wawasan otak kita ini.   



0 komentar:

Posting Komentar

Kontributor

Diberdayakan oleh Blogger.